This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Jumat, 29 Maret 2013

Asuhan Keperawatan Hipotirioidisme dan Hipertiroidisme

Materi kuliah, oleh kel. lain HIPOTIROIDISME DAN HIPERTIROIDISME HIPOTIROIDISME A. KONSEP MEDIS 1. Definisi Hipotiroid merupakan keadaan dimana terjadi kekurangan hormon tiroid yang dimanifestasikan oleh adanya metabolisme tubuh yang lambat karena menurunnya konsumsi oksigen oleh jaringan dan adanya perubahan personaliti yang jelas. Pasien dengan hipotiroid mempunyai sedikit jumlah hormon tiroid sehingga tidak mampu menjaga fungsi tubuh secara normal. 2. Etiologi Hipotiroid terjadi karena penyebab primer (gangguan pada kelenjar tiroid), penyebab sekunder (kelainan pada kelenjar hipofisis) dan penyebab tersier (kelainan pada hypothalamus). 1. Penyebab primer atau hipotiroid primer Beberapa penyebab primer dari hipotiroid adalah: a. Penyakit autoimun Penyakit ini disebabkan karena malfungsi dari sistem imun. Pada keadaan normal sistem imun terjadi untuk melindungi tubuh dari benda asing atau mikroorganisme yang mengancam tubuh, namun pada hasimoto tiroiditis justru merusak sel-sel jaringan tiroid sehingga produksi hormon tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. b. Cacat kongenital tiroid (kreatinism) Penyakit ini disebabkan defisiensi hormon tiroid terjadi sejak lahir. c. Post terapi, misalnya pada terapi radioiodine, tiroidektomi. d. Obat-obatan seperti: thionamide, lithium, amiodarone, interferon alpha. e. Asupan iodium yang kurang pada prenatal dan post natal. f. Penyakit inflamasi kronis seperti amiloidosis, sarkoidosis. 2. Penyebab sekunder atau hipotiroid sekunder Hipotiroid yang disebabkan karena berkurangnya atau tidak adekuatnya stimulasi dari hormon tiroid stimulating hormon (TSH) yang dihasilkan oleh hipofisis sedangkan keadaan kelenjar tiroid normal sehingga 3. Penyebab tersier atau hipotiroid tersier Hipotirod ini juga disebut sentral hipotiroid karena kerusakan atau gangguan berasal dari hipotalamus yang tidak mampu memproduksi thyroid releasing hormone (TRH) sehingga tidak mampu menstimulasi hipofisis untuk memproduksi TSH. 3. Klasifikasi Hipotiroidisme dapat diklasifikasikan menurut etiologinya terbagi atas: 1. Hipotiroidisme primer atau tiroidial yang mengacu pada disfungsi kelenjar tiroid itu sendiri. 2. Hipotiroidisme sentral merupakan disfungsi tiroid yang disebabkan kegagalan kelenjar hipofisis, hipotalamus atau keduanya. 3. Hipotiroidisme tersier ditimbulakan oleh kelainan hipotalamus yang mengakibatkan sekresi TSH tidak adekuat akibat penurunan stimulasi TRH. 4. Kreatinisme merupakan defisiensi tiroid yang terjadi sejak lahir. 4. Patofisiologi Hipotiroidisme merupakan kondisi dimana produksi hormon kelenjar tiroid berkurang, baik T4, T3 maupun kalsitonin.produksi atau sekresi hormon ini dipengaruhi oleh adanya stimulasi dari hormon TRH yang dihasilkan hipotalamus dan TSH yang dihasilkan oleh hipofisis. Pada sesi lain pembentukan atau sintesis hormon tiroid membutuhkan iodium dalam jumlah normal. Berkurangnya asupan iodium pada makanan sangat berpengaruh terhadap pembentukan hormon tiroid walaupun stimulasi TRH dan TSH adekuat. Dengan demikian sekresi dari hormon tiroid dipengaruhi oleh adekuatnya stimulasi hormon TSH dan TRH serta bahan-bahan sintesis yang tersedia. Pada keadaan dimana terjadi penurunan produksi hormon tiroid akan mengakibatkan penurunan metabolisme rate, proses-proses tubuh termasuk penurunan sekresi asam klorida yang dihasil di lambung (achlorhydria), menurunnya pergerakan gastrointenstinal, bradikardia, terganggunya fungsi neurologi dan menurunnya produksi panas, disamping itu pada hipotiroid juga terjadi gangguan metabolisme lemak yang mengakibatkan peningkatan serum kolestrol dan trigiserilda sehingga sangat beresiko terjadinya atherosklerosis dan jantung koroner. Hormon tiroid juga berperan dalam pembentukan sel-sel darah merah, sehingga jika produksi berkurang dapat mengakibatkan gejala anemia dengan defisiensi B12 dan asam folat. 5. Manifestasi Klinis a. Kelelahan yang ekstrim b. Kerontokan rambut c. Kuku yang rapuh d. Parestesia pada jari-jari tangan e. Suara menjadi kasar f. Menorargia atau amenore atau hilangnya libido g. Suhu tubuh dan frekuensi nadi abnormal h. Kenaikan berat badan tanpa peningkatan asupan makanan i. Rambut menipis dan rontok j. Wajah tanpa ekspresi k. Mengeluhkan rasa dingin dalam lingkungan yang hangat l. Mudah tersinggung dan mudah lemah m. Demensia disertai perubahan kognitif dan kepribadian n. Proses mental menjadi tumpul o. Pasien tampak apatis 6. Pemeriksaan Diagnostik a. Kadar tirolsin dan triyodotironin serum yang rendah b. BMR yang rendah c. Peningkatan kolesterol serum d. Kadar TSH serum e. Analisis gas darah 8. Penatalaksanaan a. Secara Umum Tujuan primer penatalaksanaan hipotiroidisme adalah memulihkan metabolisme pasien kembali kepada keadaan metabolik normal dengan cara mengganti hormon yang hilang. b. Secara Khusus 1. Terapi selalu mencakup penggantian hormon tiroid dengan tiroksin sintetik. 2. Untuk goiter endemik, penggantian iodida dapat mengurangi gejala. 3. Apabila penyebab tiroidisme berkaitan dengan tumor sistem syaraf pusat, hipotiroidisme dapat diobati dengan kemoterapi, radiasi, atau pembedahan. 4. Jika terdapat hipoglikemia yang nyata, infus larutan pekat, dapat dilakukan untuk memberikan glukosa tampak menimbulkan kelebihan muatan cairan. 5. Obat-obatan: pemberian obat hipotiroid diantaranya: a. Sodium levothroxine (synthroid), terapi pengganti T4 b. Sodium liothyronine (cytomel), terapi pengganti T3 6. Suport nutrisi, makanan yang banyak mengandung yodium seperti ikan laut, dan sayuran hijau. 9. Komplikasi 1) Koma miksedema adalah situasi yang mengancam jiwa yang ditandai dengan eksaserbasi (perburukan) semua gejala hipertiriodisme, termasuk hipotermia tanpa menggigil, hipotensi, hipoglikemia, hipofentilasi, dan penurunan kesadaran yan menyebabkan koma. 2) Kematian dapat terjadi tanpa penggantian TH dan stabilisasi gejala. 3) Ada juga resiko yang berkaitan dengan terapi efisiensi tiroid. Resiko ini mencakup penggantnian hormon yang berlebihan, ansietas, atrofi otot, osteoforosis dan fibrilasi atrium. B. KONSEP KEPERAWATAN 1. Pengkajian Dampak penurunan kadar hormon dalam tubuh sangat bervariasi, oleh karena itu dilakukan pengkajian terhadap hal-hal penting yang dapat menggali sebanyak mungkin informasi antara lain: a. Riwayat kesehatan klien dan keluarga. Sejak kapan klien menderita penyakit tersebut dan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama. b. Kebiasaan hidup sehari-hari seperti 1. Pola makan 2. Pola tidur (klien menghabiskan banyak waktu untuk tidur) 3. Pola aktivitas c. Tempat tinggal klien sekarang dan pada waktu balita. d. Keluhan utama klien, mencakup gangguan pada berbagai sistem tubuh: 1. Sistem pulmonari 2. Sistem pencernaan 3. Sistem kardiovaskuler 4. Sistem muskuloskeletal 5. Sistem neurologi 6. Sistem reproduksi 7. Metabolik 8. Emosi atau psikologi e. Pemeriksaan fisik mencakup: 1. Penampilan secara umum; amati wajah klien terhadap adanya edema di sekitar mata, wajah bulan dan ekspresi wajah kosong serta wajah kasar. Lidah tampak menebal dan gerak-gerik lain sangat lamban. Postur tubuh kecil dan pendek. Kulit kasar, tebal dan bersisik, dingin dan pucat. 2. Nadi lambat dan suhu tubuh menurun. 3. Kardiomegali 4. Disritmia dan hipotensi 5. Parastesia dan reflek tendon menurun. f. Pengkajian psikososial: klien sangat sulit membina hubungan sosial dengan lingkungannya, mengurung diri/bahkan maniak. Keluarga mengeluh klien sangat malas beraktifitas, dan ingin tidur sepanjang hari. Mengkaji bagaimana konsep diri klien mencakup kelima komponen konsep diri. g. Pemeriksaan penunjang mencakup: pemeriksaan kadar T3 dan T4 serum: pemeriksaan TSH (pada klien dengan hipotiroidisme primer akan terjadi peningkatan TSH serum, sedangkan pada yang sekunder kadar TSH dapat menurun atau normal). 2. Diagnosa 1) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi ventilasi. 2) Gangguan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan defisiensi glokokortikoid, metabolisme lemak, karbohidrat dan protein. 3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan proses kognitif. 4) Perubahan suhu tubuh berhubungan dengan peningakatan produksi panas. 5) Konstipasi berhubungan dengan penurunan fungsi gastrointestinal. 6) Perubahan proses berfikir berhubungan dengan gangguan metabolisme dan perubahan status kardiovaskuler serta pernapasan. 7) Kurangnya pengetahuan tentang program pengobatan untuk terapi penggantian tirois seumur hidup. 3. Intervensi No Dx. keperawatan Tujuan Tindakan keperawatan Rasional 1 Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi ventilasi. Setelah dilakukan intervensi pola napas efektif dengan kriteria hasil perbaikan status respiratorius dan pemeliharaan pola napas yang normal 1. Pantau frekuensi, kedalaman pola pernapasan, oksimetri denyut nadi dan gas darah arterial. 2. Dorong pasien untuk napas dalam dan batuk. 3. Berikan obat (hipnotik dan sedatif) dengan hati-hati. 4. Perihala saluran napas pasien dengan melakukan pengisapan dan dukungan ventilasi jika diperlukan. 1. Mengidentifikasi hasil pemeriksaan dasar untuk memantau perubahan selanjutnya dan mengevaluasi efektivitas intervensi. 2. Mencegah atelectasis dan meningkatkan pernapasan yang adekuat. 3. Pasien hipotiroidisme sangat rentan terhadap gangguan pernapasan akibat penggunaan obat golongan hipnotik-sedatif. 4. Penggunaan saluran napas artifisial dan dukungan ventilasi mungkin diperlukan jika terjadi depresi pernapasan. 2 Gangguan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan defisiensi glokokortikoid, metabolisme lemak, karbohidrat dan protein. Setelah dilakukan intervensi menunjukan berat badan stabil atau meningkat dengan hasil laboratorium yang normal. 1. Lakukan pemeriksaan terhadap kadar gula darah sesuai indikasi. 2. Berikan glukosa intravena dan obat-obatan sesuai indikasi. 3. Berikan makan dalam porsi kecil, sering dan tinggi kalori dan protein. 4. Konsultasikan dengan ahli gizi. 1. Mengkaji kadar gula darah dan kebutuhan terapi, jika menurun sebaiknya diet maupun pemberian glukokortikoid dikaji kembali. 2. Memperbaiki hipoglikemia, memberi sumber energi untuk fungsi seluler. 3. Peningkatan masukan kalori yang dibutuhkan dapat meningkatkan berat badan dan mencegah hipoglikemia. 4. Bermanfaat untuk menentukan penggunaan atau pemenuhan kebutuhan nutrisi yang tepat. 3 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan proses kognitif. Setelah dilakukan intervensi intoleransi aktivitas teratasi dengan kriteria peningkatan partisipasi dalam aktivitas dan kemandirian. 1. Atur interval waktu antar aktivitas untuk meningkiatkan istirahat dan latihan yang dapat ditolerir. 2. Bantu aktivitas perawatan mandiri ketika pasien berada dalam keadaan lelah. 3. Berikan stimulasi melalui percakapan dan aktivitas yang tidak menimbulkan stress. 4. Pantau respon pasien terhadap peningkatan aktivitas. 1. Mendorong aktivitas sambil memberikan kesempatan untuk mendapatkan istirahat yang adekuat. 2. Memberi kesempatan kepada pasien untuk berpartisipasi dalam aktivitas perawatan mandiri. 3. Meningkatkan perhatian tanpa terlalu menimbulkan stress kepada pasien. 4. Menjaga pasien agar tidak melakukan aktivitas yang berlebihan atau kurang. 4 Perubahan suhu tubuh berhubungan dengan peningakatan produksi panas. Setelah dilakukan intervensi penurunan suhu tubuh teratasi dengan kriteria hasil suhu tubuh yang normal 1. Berikan tambahan lapisan pakaian atau tambahan selimut 2. Hindari dan cegah penggunaan sumber panas dari luar (misalnya bantal pemanas) 3. Pantau suhu tubuh pasien dan melaporkan pelaporannya dari nilai dasar suhu tubuh normal 1. Meminimalkan kehilangan panas 2. Mengurangi resiko vasodilatasi perifer dan kolaps vaskuler. 3. Mendeteksi penurunan suhu tubuh dan dimulainya koma miksedema. 5 Konstipasi berhubungan dengan penurunan fungsi gastrointestinal. Setelah dilakukan intervensi konstipasi teratasi dengan kriteria hasil pemulihan fungsi usus yang normal. 1. Dorong peningkatan asupan cairan dalam batas-batas retriksi cairan 2. Berikan makanan yang kaya akan serat 3. Ajarkan kepada pasien tentang jenis-jenis makanan yang banyak mengandung air 4. Pantau fungsi usus. 5. Dorong pasien untuk meningkatkan mobilitas dalam batas-batas toleransi latihan. 6. Dorong pasien untuk menggunakan pencahar dan enema hanya bila diperlukan saja. 1. Meminimalkan kahilangan panas 2. Meningkatkan masa feses dan frekuensi buang air besar 3. Memeberikan rasional peningktan asupan cairan kepada pasien 4. Memungkinkan deteksi konstipasi dan pemulihan kepda pola defekasi yang normal 5. Meningkatkan evakuasi usus 6. Meminimalkan ketergantungan pasien pada pencahar serta enema dan mendorong pola evakuasi usus yang normal 6 Perubahan proses berfikir berhubungan dengan gangguan metabolisme dan perubahan status kardiovaskuler serta pernapasan. Setelah dilakukan intervensi perubahan proses berpikir teratasi dengan kriteria hasil perbaikan proses berpikir 1. Orientasikan pasien terhadap waktu, tempat, tanggal, dan kejadian disekitarnya 2. Berikan simulasi lewat percakapan dan aktivitas yang tidak bersifat mengancam 3. Jelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa perubahapada fungsi kognitif dan mental merupakan akibat dari proses penyakit 4. Pantau proses kognitif serta mental dan responsnya terhadap pengobatan serta terapi lainnya 1. Memudahkan orientasi realitas pada pasaien 2. Memudahkan stimulasi dalam bats-batas toleransi pasien terhadap stress 3. Meyakinkan pasien dan keluarga pasien tentang penyebab perubahan kognitif dan bahwa hasil akhir yang positif dimungkinkann jika dilakukan terapai yang tepat 4. Memungkinkan evaluasi terhadap efektivitas pengobatan 7 Kurangnya pengetahuan tentang program pengobatan untuk terapi penggantian tirois seumur hidup. Setelah dilakukan intervensi gangguan intervensi kurangnya pegetahuan dengan kriteria hasil pemahaman dan penerimaan terhadap program pengobatan yang diresepkan 1. Jelaskan dasar pemahaman unutk terapi penggantian hormone tiroid 2. Uraikan efek pengobatan yang dikehendaki pada pasien. 3. Bantu pasien menyusun jadwal dan ceklist untuk memastikan pelaksanaan sendiri terapi penggantian hormone tiroid 4. Uraikan tanda-tanda dan gejala pemberian obat dengan dosis yang berlebihan dan kurang 5. Jelaskan perlunya tindak lanjut jangka panjang kepada pasien dan keluarganya. 1. Memberikam rasional penggunaan terapi peggantian hormone tiroid seperti yang diresepkan pada pasien 2. Mendororng pasien untuk mengenali perbakan status fisik dan kesehatan yang akan terjadi pada terapi hormon tiroid 3. Memastikan bahwa obat yang digunakan seperti yang diresepkan 4. Berfungsi sebagai pengecekan bagi pasien untuk menentukan apakah tujuan terapi terpenuhi 5. Meningkatkan kemungkinan bahwa kadaan hipo- atau hipertiroidisme akan dapat dideteksi dan diobati. PATHWAYS HIPOTIROIDISME HIPERTIROIDISME A. KONSEP MEDIS 1. Definisi Hipertiroidisme adalah keadaan dimana terjadi peningkatan hormon tiroid lebih dari yang di butuhkan tubuh (Keperawatan Medikal Bedah Sistem Endokrin, Tarwoto, ns. S.Kep. Mkep , dkk). Hipertiroidisme adalah kadar TH yang (bersirkulasi) berlebihan. Gangguan ini dapat terjadi akibat disfungsi kelenjar tiroid, hipofisis, hipotalamus, peningkatan Th ayang disebabkan oleh malfungsi kelenjar tiroid, disertai TSH dan TRF, akibat umpan balik negatif pada pelepasan keduanya oleh TH. (Kapita Selekta Kedokteran) 2. Etiologi Lebih dari 90% hipertiroidisme adalah akibat penyakit Graves dan Nodul Tiroid Toksik. Pengeluaran hormon tiroid yang berlebihan di perkirakan terjadi akibat stimulasi abnormal kelenjar tiroid oleh imunoglobulin dalam darah. Stimulator tiroid kelenjar – panjang (LATS; Long-acting Thyroid Stimulator) di temukan dalam serum dengan konsentrasi yang bermakna pada banyak penderita penyakit ini dan mungkin berhubungan dengan defek pada sistem pengawasan kekebalan pasien. 3. Patofisiologi Pasien denga hipertiroid menunjukan adanya sekresi hormon tiroid yang lebih banyak, karena berbagai faktor penyebab yang tidak dapat dikontrol melalui mekanisme normal. Peningkatan hormon tiroid menyebabkan peningkatan metabolisme rate, meningkatnya aktivitas saraf simpatis. Peningkatan metabolisme rate menyebabkan peningkatan produksi panas tubuh sehingga pasien mengeluarkan banyak keringat dan penurunan toleransi terhadap panas. Laju metabolisme yang meningkat menimbulkan peningkatan kebutuhan metabolic, sehingga berat badan pasien akan berkurang karena membakar cadangan energi yang tersedia. Keadaan ini menimbulkan degradasi simpanan karbohidrat, lemak dan protein sehingga cadangan protein otot juga berkurang. Peningkatan aktivitas saraf simpatis dapat terjadi pada sistem kardiovaskuler yaitu dengan menstimulasi peningkatan reseptor beta adrenergik, sehingga denyut nadi menjadi lebih cepat, peningkatan kardiak output, stroke volume, aliran darah perifer serta respon adrenergik lainnya. Peningkatan hormon tiroid juga berpengaruh terhadap sekresi dan metabolisme hipotalamus, hipofisi dalam mensekresi hormon gonad, sehingga pada individu yang belum pubertas mengakibatkan keterlambatan dalam fungsi seksual, sedangkan pada usia dewasa mengakibatkan penurunan libido, infertile dan menstruasi tidak teratur. 4. Manifestasi Klinis Perjalanan penyakit hipertiroidisme biasanya perlahan-lahan dalam beberapa bulan sampai beberapa tahun. Manifestasi klinis yang umum adalah penurunan berat badan, kelelahan, gugup, berkeringat banyak, tidak tahan panas, palpitasi dan pembesaran tiroid. 1) Sistem kardiovaskuler : meningkatanya heart rate, stroke volume, kardiak output, peningkatan kebutuhan oksigen otot jantung, peningkatan vaskuler perifer resisten, tekanan darah sistole dan diastole meningkat 10-15 mmHg, palpitasi, disritmia, kemungkinan gagal jantung, edema. 2) Sistem pernapasan : pernapasan cepat dan dalam, bernapas pendek, penurunan kapasitas paru 3) Sistem perkemihan: retensi cairan, menurunnya output urin 4) Sistem gastrointestinal: meningkatnya peristaltik usus, peninkatan nafsu makan, penurunan berat badan, diare, peningkatan penggunaan cadanga adiposa, dan protein, penurunan serum lipid, penurunan sekresi gastrointestinal, hiponatremia, muntah dan kram abdomen. 5) Sistem muskuloskeletal: keseimbangan protein negatif, kelemahan otot, kelelahan, tremor. 6) Sistem integumen: berkeringat yang berlebihan, kulit lembab, merah, hangat, tidak toleran panas, keadaan rambut lurus, lembut, halus dan mungkin terjadi kerontokan rambut. 7) Sistem endokrin: biasanya terjadi pembesaran kelenjar tiroid 8) Sistem saraf: meningkatnya refleks tendon dalam, tremor halus, gugup, gelisah, emosi tidak stabil seperti kecemasan, curiga, tegang dan emosional. 9) Sistem reproduksi: amenorahea, anovulasi, mens tidak teratur, menurunnya libido, impoten. 10) Eksoftalmus yaitu keadaan dimana bola mata menonjol kedepan seperti mau keluar. Eksoftalmus terjadi karena adanya penimbunan karbohidrat kompleks yang menahan air di belakang mata. Retensi cairean ini mendorong bola mata kedepan sehingga bola mata nampak menonjol keluar rongga orbita. Pada keadaan ini dapat terjadi kesulitan dalam menutup mata secara sempurna sehingga mata menjadi kering, iritasi atau kelainan kornea. 5. Komplikasi 1) Eksoftalmus, keadaan dimana bola mata pasien menonjol keluar. Hal ini disebabkan karena penumpukan cairan pada rongga orbita bagian belakang bola mata. Biasanya terjadi pasien dengan penyakit Graves. 2) Penyakit jantung, terutama kardioditis dengan gagal jantung. 3) Stroma tiroid (tirotoksikosis), pada periode akut pasien mengalami demam tinggi, takhikardia berat, derilium, dehidrasi dan iritabilitas yang ekstrem. Keadaan ini merupakan keadaan emergency, sehingga penanganan harus lebih khusus. Faktor resipitasi yang berhubungan dengan tiroksikosis adalah hipertiriodisme yang tidak terdiagnosis dan tidak tertangani, infeksi, ablasi tiroid, pembedahan, trauma, miokardiak infark, over dosis obat. Penanganan pasien dengan stroma tiroid adalah dengan menghambat produksi hormon tiroid, menghambat konversi T4 menjadi T3 dan menghambat efek hormon terhadap jaringan tubuh. Obat-obatan yang diberikan untuk menghambat kerja hormon tersebut diantaranya sodium ioded intravena, glucocorticoid, dexamethasone dan propylthiouracil oral. Beta-blockers diberikan untuk menurunkan efek stimulasi saraf simpatetik dan takikardia. 6. Pemeriksaan Diagnostik 1. Pemeriksaan Laboratorium a. Serum T3, terjadi peningkatan (N : 70-250 ng/dl atau 1,2-3,4 SI unit) b. Serum T4, terjadi peningkatan (N : 4-12 mcg/dl atau 51-154 SI unit) c. Indeks T4 bebas, meningkat (N : 0,8-2,4 ng/dl atau 10-31 SI unit) d. T3 RU, meningkat (N : 24-34 %. e. TRH Stimulation test, menurun atau tidak ada respon TSH f. Tiroid antibodi antiglobulan antibody, titerantiglobulin antibody tinggi (N : titer < 1:100). g. Tirotropin resseptor antibodi (TSH – Rab), terjadi peningkatan pada penyakit graves 2. Tes Penunjang lainnya a. CT scan tiroid : mengetahui posisi, ukuran dan fungsi kelenjar tiroid. Iodine radioaktif (RAI) diberikan secara oral kemudian di ukur pengambilan iodine oleh kelenjar tiroid. Normalnya tiroid akan mengambil iodine 5-35% dari dosis yang diberikan setelah 24 jam pada pasien hipertiroid akan meningkat. b. USG : untuk mengetahui ukuran dan komposisi dari kelenjar tiroid apakah massa nodule c. EKG : untuk menilai kerja jantung, mengetahui adanya takikardia atrial fibrilasi dan perubahan gelombang P dan T. 7. Penatalaksanaan Tujuan pengobatan hipertiroidisme adalah membatasi produksi hormone tidroid yang berlebihan dengan cara menekan produksi (obat antitiroid) atau merusak jaringan tiroid (yodium radio aktif, tirodektomi subtotal). Tiga pilihan pemberian obat-obatan, terapi radioioid, dan pembedahan 1. Obat-obatan Anti Tiroid (OAT) a. Prophylthiouracil(PTU) , merupakan obat anti hipertiroid pilihan, tetapi mempunyai efek samping agranulocitosis sehingga sebelum diberikan harus di cek sel darah putih. PTU tersedia dalam bentuk tablet 50 dan 100 mg. b. Methimozole (Tapazole), bekerja dengan cara memblok reaksi hormone tiroid dalam tubuh, obat ini mempunyai efek samping agranulositosis, nyeri kepala, mual muntah, diare, jaundisce, ultikaria,.Obat ini tersedia dalam bentuk tablet 5 dan 20 mg. c. Adrenargik Bloker, seperti propranolol dapat diberikan untuk mengontrol aktivitas saraf simpatetik, misalnya adanya takikardia, palpitasi, tremor. d. Pada pasien graves yang pertama kali diberikan OAT dosis tinggi. PTU 300-600 mg/hari, ataumethimazole 40-45 mg/hari. 2. Radioiod Terapi Radiaktif iodine-131, yodium radiaktif secara bertahap akan menghancurkan sel-sel yang membentuk kelenjar tiroid namun tidak akan menghentikan produksi hormon tiroid. 3. Pembedahan dan pengangkatan total atauparsial (tiroidektomi). Operasi efektif dilakukan pada pasien dengan penyakit graves. Efek samping yang mungkin terjadi pada pembedahan adalah gangguan suara dan kelumpuhan saraf kelenjar tiroid. 4. Pemenuhan kebutuhan nutrisi dengan tinggi kalori dan tinggi protein, 3000-4000 kalori.s B. KONSEP KEPERAWATAN 1. Pengkajian a. Data Demografi Data demografi yang penting dikaji adalah usia dan jenis kelamin karena merupakan factor yang berpengaruh terhadap Hipertiroid. b. Riwayat Kesehatan a) Riwayat keluarga dengan factor genetik, penyakit tiroid dan kanker. b) Riwayat kesehatan sekarang : riwayat penyakit tiroid yang dialami, riwayat pengobatan dengan radiasi di leher, adanya tumor, riwayat trauma kepala, infeksi, riwayat penggunaan obat-obatan seperti thionamide, litium, amiodarone, interferon alpha. c. Keluhan Utama a) Kaji yang berhubungan dengan hipermetabolisme • Penurunan berat badan • Peningkatan suhu tubuh • Kelelahan • Makan dengan porsi banyak atau sering b) Kaji yang berhubungan dengan aktivitas • Cepat lelah • Intoleran aktivitas • Tremor • Insomnia c) Kaji yang berhubungan dengan persyarafan • Iritabilitas • Emosi tidak stabil seperti cemas, mudah tersinggun d) Kaji yang berhubungan dengan gangguan penglihatan • Gangguan tajam penglihatan • Pandangan ganda e) Kaji yang berhubungan dengan gangguan seksual • Amenorrhea, mens tidak teratur • Menurunnya infettile, resiko aborsi spontan • Menurunnya libido • Menurunnya perkembangan fungsi seksual • Impoten f) Kaji yang berhubungan dengan penyakit graves • Eksoftalmus • Pembesaran kelenjar tiroid d. Pengkajian Psikososial Pasien dengan hipertiroid biasanya menampakkan suasana hati yang tidak stabil, penurunan terhadap perhatian dan menunujukkan perilaku maniak.Sering juga didapatkan gangguan tidur. e. Pemeriksaan Fisik a) Observasi dan pemeriksaan kelenjar tiroid Palpasi kelenjar tiroid dan kaji adanya massa atau pembesaran. Observasi ukuran dan kesimetrisan dan goiter pembesarn dapat terjadi empat kali dari ukuran normal. b) Optalmophaty (Penampilan dan fungsi mata yang tidak normal) Pada hipertiroid sering ditemukan adanya retraksi kelopak mata dan penonjolan bola mata.Pada tiroksikosis kelopak mata mengalami kegagalan untuk turun ketika klien melihat ke bawah. c) Observasi adanya bola mata yang menonjol karena edema pada otot ektraokuler dan peningkatan jaringan di bawah mata. Penekanan pada saraf mata dapat mengakibatkan kerusakan pandangan seperti penglihatan ganda, tajam penglihatan. Adanya iritasi mata karena kesulitan menutup mata secara sempurna perlu dilakukan pengkajian. d) Pemeriksaan jantung, komplikasi yang sering timbul pada hipertiroid adalah gangguan jantung seperti kardioditis dan gagal jantung, oleh karenanya pemeriksaan jantung perlu dikaukan seperti tekanan darah, takikardi, disritmia, bunyi jantung, pembesaran jantung. e) Musculoskeletal, biasanya ditemukan adanya kelemahan otot, hiperaktif pada refleks tendon dan tremor, iritabilitas. No Dx Keperawatan Tujuan Rencana Tindakan Rasional 1. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan hipertiroid tidak terkontrol, kedaan hipermetabolisme, peningkatan beban jantung. Tujuan: Penurunan curah jantung tidak terjadi Kriteria Hasil: Mempertahankan curah jantung yang adekwat sesuai dengan kebutuhan tubuh yang ditandai dengan tanda-tanda vital stabil, denyut nadi perifer normal status mental baik, tidak ada distritmia a. Pantau tekanan darah pada posisi baring, duduk dan berdiri jika memungkinkan. Pertahankan besarnya tekanan nadi. b. Periksa/teliti kemungkinan adanya nyeri dada atau adanya angina yangdikeluhkan pasien c. Kaji nadi atau denyut jantung saat pasien tidur d. Pantau EKG, catat atau perhatikan kecepatan atau irama jantung dan adanya distritmia. e. Auskultasi suara nafas. Perhatikan adanya suara yab tidak normal (krekels). f. Catat adanya riwayat asma/ bronkokontiksi, kehamilan, sinus bradikardi/ blokjantung berlanjut menjandi gagal jantung g. Auskultasi suara jantung, perhatikan adanya bunyi jantung tambahan, adanya irama gallop dan murmur sistolik h. Pantau suhu. Berikan lingkungan yang sejuk, batasi penggunaan linen/pakaian kompres dengan air hangat. i. Observasi tanda dan gejala haus yang hebat, mukosa membrane kering, nadi lemah, pengisian kapiler lambat, penurunan produksi urine dan hipotensi j. Berikan cairan melalui IV sesuai indikasi. a. Hipotensi umum atau otorstatik dapat terjadi sebagai akibat dari vasodilatasi perifer yang berlebihan dan penurun volume sirkulasi. b. Merupakan tanda adanya peningkatan kebutuhan oksigen oleh otot jantung atau iskemia. c. Memberikan hasil pengkajian yang lebih akurat untuk menentukan takikardia. d. Takikardia (Lebih tinggi dari normal berhubungan dengan demam atau peningkatan kebutuhan akan sirkulasi) mungkin merupakan cerminan langsung dari stimulasi otot jantung oleh hormone tiroid e. Tanda awal adanya kongesti paru yang berhungan dengan timbulnya gagal jantung. f. Kondisi ini mempengaruhi pilihan terapi (Misalnya penggunaan penyekat beta-adrenergik merupakan kontraindiksi) g. S1 dan murmur yang menonjol berhubungan dengan curah jantung meningkat pada keadaan hipermetabolik. Adanya S3 sebagai tanda adanya kemungkinan gagal jantung. h. Demam (Melampaui 38o C). mungkin terjadi sebagai akibat dari kadar hormone yang berlebihan dan dapat meningkatkan diuresis/dehidrasi dan menyebabkan peningkatan vasodilatasi perifer, penumpukkan vena dan hipotensi. i. Dehidrasi yang cepat dapat terjadi yang akan menurunkan volume sirkulasi dan menurunkan curah jantung j. Pemberian cairan IV dengan cepat perlu untuk memperbaiki volume sirkulasi tetapi harus diimbangi dengan perhatian terhadap tanda gagal jantung/kebutuhan terhadap pemberian zat inotropic. 2 Kelelahan berhubungan dengan hipermetabolik dengan peningkatan kebutuhan energi, peka rangsang dari saraf sehubungan dengan gangguan kimia tubuh Tujuan : Kelelahan tidak terjadi Kriteria hasil : menetapkan secara verbal tentang tingkat energi peka rangsang dari saraf sehubungan dengan gangguan kimia tubuh. a. Pantau tanda-tanda vital dan catat nadi baik saat istirahat maupun saat melakukan aktivitas. b. Catat berkembangnya takipnea, dipsnea, pucat saat sianosis c. Berikan/ciptakan lingkungan yang terang ; ruangan yang dingin, turunkan stimulasi sensori warna-warna yang sejuk, dan music santai (tenang) d. Sarankan pasien pasien untuk mengurangi aktivitas dan meningkatkan aktivitas dan meningkatkan istirahat ditempat tidur sebanyak-banyaknya jika memungkinkan e. Berikan tindakan yang membuat pasien nyaman seperti sentuhan/ massase, bedak sejuk. f. Memberikan aktivitas pengganti yang menyenangkan dan tenang, seperti membaca, mendengarkan radio, dan menonton televisi. g. Berikan obat sesuai indikasi : sedatif, misalnya : fenobarbital (luminal), tranqulizer mis, klordiazepoksida (dibrium) a. Nadi secara luas meningkat dan bahkan saat istrahat, takikardi (diatas 160x/menit) mungkin akan ditemukan. b. Kebutuhan dan konsumsi oksigen akan ditingkatkan pada keadaan hipermetabolik, yang merupakan potensial akan terjadi hipoksia saat melakukan aktifitas. c. Menurunkan stimulasi yang kemungkinan besar dapat menimbulkan agitasi, hiperaktif dan insomnia. d. Membantu melawan pengaruh dari peningkatan metabolisme. e. Dapat menurunkan energy dalam saraf yang selanjutnya meningkatkan relaksasi. f. Memungkinkan untuk menggunakan energy dengan cara konstruktif dan mungkin juga akan menurunkan ansietas. g. Untuk mengatasi keadaan (gugup), hiperaktif, dan insomnia. 3. Resiko tinggi perubahan nutrisi berhubungan dengan peningkatan metabolisme, mual muntah, diare, hiperglikemi. Tujuan : Penurunan nutrisi tidak terjadi. Kriteria hasil : Menunjukan berat badan yang stabil, disertai nilai laboratorium normal dan terbebas dari tanda-tanda malutrisi. a. Auskultasi bising usus b. Catat dan laporkan adnya anoreksia kelemahan umum/ nyeri abdomen mual muntah. c. Pantau masukan makanan setiap hari. Timbang berat badan setiap hari serta laporkan adanya penurunan berat badan d. Dorong pasien untuk makan dan meningkatkan jumlah makan dan juga makanan kecil. e. Hindari pemberian makanan yang dapat meningkatkan peristaltik usus. f. Konsultasikan dengan ahli gizi untuk memberikan diit tinggi kalori, tinggi protein, karbohidrat dan vitamin g. Berikan obat sesuai indikasi : glukosa, vitamin B kompleks. a. Bising usus hiperaktif mencerminkan peningkatan motilitas lambung yang menurunkan atau mengubah fungsi absorbsi. b. Peningkatan aktivitas adrenergic dapat menyebabkan gangguan sekresi insulin/terjadi resisten yang mengakibatkan hiperglikemia, polydipsia, polyuria. c. Penurunan berat badan terus menerus dalam keadaan masukan kalori yang cukup merupakan indikasi kegagalan terhadap terapi anti tiroid. d. Membantu menjaga pemasukan kalori cukup tinggi untuk menambahkan kalori tetap tinggi pada penggunaan kalori yang disebabkan oleh adanya hipermetabolik. e. Peningkatan motilitas saluran cerna dapat mengakibatkan diare dan gangguan absorbs nutrisi yang diperlukan f. Mungkin memerlukan bantuan untuk menjamin pemasukkan zat-zat makanan yang adekuat. g. Diberikan untuk memenuhi kalori yang diperlukan dan mencegah atau mengobati hipoglikemia. 4. Resiko tinggi kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan mekanisme perlindungan mata: eksoftalmus. Tujuan : kerusakan integritas jaringa tidak terjadi Kriteria hasil : mempertahankan kelembaban membran mukosa terbebas dari ulkus dan mampu mengidentufikasi tindakan untuk memberikan perlindungan pada mata a. Observasi edema periorbital, gangguan penutupan kelopak mata, lapang pandang penglihatan sempit, air mata yang berlebihan. Catatadanya fotophobia, rasa adanya benda di luar mata dan nyeri pada mata. b. Evalusi ketajaman mata, laporkan adanya pandangan mata kabur atau pandangan ganda (diplopia). c. Anjurkan pasien menggunakan kacamata gelap ketika terbangun dan tutup dengan penutup mata selama tidur sesuai kebutuhan d. Bagian kepala tempat tidur di tinggikan dan batasi pemasukan garam jika ada indikasi e. Instruksikan agar pasien melatih otot mata ekstraokuler jika memungkinkan. f. Kolabrasi berikan obat sesuai indikasi : obat tetes mata metilselulosa, ACTH, prednison, obat anti tiroid, diuretik. a. Manifestasi umum dari stimulasi adrenergic yang berlebihan berhubungan dengan tirotoksikosis yang memerlukan intervensi pendukung sampai resolusi krisis. b. Oftalmopati infiltrative (Penyakit graves) adalah akibat dari peningkatan jaringan retroorbita, yang menciptakan eksoftalmus dan infiltrasi limfosit dari oto ekstraokuler yang menyebabkan kelelahan. c. Melindungi kerusakan kornea jika pasien tidak dapat menutup mata dengan sempurna karena edema. d. Menurunkan edema jaringan bila ada komplikasi seperti GJK yang mana dapat memperberat eksoftalmus e. Memperbaiki sirkulasi dan mempertahankan gerakan mata f. Sebagai lubrikasi mata, diberikan untuk radang yang berkembang dengan cepat, dapat menurunkan tanda dan gejala yang semakin memburuk, dapat menurunkan edema pada keadaan ringan.. PATHWAYS HIPERTIROID DAFTAR PUSTAKA Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi, Ed. 3. Jakarta: EGC. Rumahorbo, Hotma. 1999. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Endokrin. Jakarta: EGC. Smeltzer, Suzanne C. & Brenda G. Bare. 2001. Buku Keperawatan Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth, Ed. 8. Jakarta: EGC. Tarwoto. 2012. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Endokrin. Jakarta: Trans Info Media.

Penyakit Pernapsan AKibat Kerja (SILIKOSIS)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan dalam bidang industri sampai sekarang telah menghasilkan sekitar 70.000 jenis bahan berupa logam, kimia, pelarut, plastik, karet, pestisida, gas, dan sebagainya yang digunakan secara umum dalam kehidupan sehari-hari dan memberikan kenyaman dan kemudahan bagi penduduk di seluruh dunia. Namun di lain pihak, bahan-bahan tersebut menimbulkan berbagai dampak seperti cedera dan penyakit. Cedera akibat kerja dapat bersifat ergonomik, ortopedik, fisik, mengenai mata, telinga dan lainnya.Penyakit-penyakit akibat pajanan di lingkungan kerja dapat berupa toksik, infeksi, kanker, gangguan hati, saraf, alat reproduksi, kardiovaskular, kulit dan saluran napas. Ratusan juta tenaga kerja di seluruh dunia saat ini bekerja pada kondisi yang tidak aman dan dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Menurut International Labor Organization(ILO), setiap hari terjadi 1.1 juta kematian yang disebakan oleh karena penyakit atau kecelakaan akibat hubungan pekerjaan. Dari data ILO tahun 1999, penyebab kematian yang berhubungan dengan pekerjaan paling banyak disebabkan oleh kanker 34%.Sisanya terdapat kecelakaan sebanyak 25 %, penyakit saluran pernapasaan 21%, dan penyakit kardiovaskuler 15%.Dari data-data tersebut dapat diketahui bahwa penyakit saluran pernapasaan menempati peringkat ketiga. Sebagai tenaga kesehatan, termasuk perawat harus melakukan pengkajian terhadap pasien dan apakah ada hubungan antara penyakit yang diderita pasien dengan pekerjaan mereka.Sehingga dapat ditentukan perencanaan serta intervensi yang tepat untuk pasien agar hasil yang diperoleh dapat maksimal dan benar-benar bermanfaat untuk pasien. 1.2 Rumusan Masalah 1. Apa pengertian sistem pernapasan? 2. Bagaimana gangguan sistem pernapasan? 3. Apa yang dimaksud dengan kerja? 4. Bagaimana manifestasi klinis dari gangguan sistem pernapasan? 5. Apa-apa saja pekerjaan yang berisiko penyakit paru-paru? 6. Bagaimana penyakit-penyakit pernapasan? 7. Apa yang dimaksud dengan silikosis? 8. Bagaimana peran keluarga dalam upaya pencegahan penyakit? 1.3 Tujuan 1. Mahasiswa dapat mengetahui pengertian sistem pernapasan. 2. Mahasiswa dapat mengetahui gangguan sistem pernapasan. 3. Mahasiswa dapat mengetahui pengertian kerja. 4. Mahasiswa dapat mengetahui manifestasi klinis dari gangguan sistem pernapasan. 5. Mahasiswa dapat mengetahui pekerjaan yang berisiko penyakit paru-paru. 6. Mahasiswa dapat mengetahui penyakit-penyakit pernapasan. 7. Mahasiswa dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan silikosis. 8. Mahasiswa dapat mengetahui peran keluarga dalam upaya pencegahan penyakit. BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Sistem Pernapasan Pernapasan (Respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang, mengandung (oksigen) serta menghembuskan udara yang banyak memngandung karbondioksida sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Pengisapan udara ini disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi. 1. Inspirasi Inspirasi terjadi ketika tekanan alveoli dibawah tekanan atmosfir. Otot yang paling penting dalam inspirasi adalah diafragma, bentuknya melengkung dan melekat pada iga paling bawah dan oto interkosta eksterna. ketika diafragma berkontraksi bentuknya menjadi datar dan menekan dibawahnya yaitu pada isi abdomen dan mengangkat iga. Keadaan ini menyebabkan pembesaran rongga toraks dan paru-paru. Meningkatnya ukuran dada menurunkan tekan intrapleura sehinggah paru-paru menjadi mengembang. mengembangnya paru-paru berakibat pada penurunan tekanan alveolus sehingga udara bergerak menurut gradien tekanan dari atmosfir kedalam paru-paru. Hal ini berlangsung terus sampai tekanan menjadi sama dengan tekanan atmosfer, demikian seterusnya. 2. Ekspirasi Ekspirasi merupakan proses pasif, tidak ada kontraksi otot-otot aktif. Pada akhirnya inspirasi otot-otot respirasi relaks, membiarkan elastisitas paru dan rongga dada untuk mengisi volume paru.ekspirasi terjadi ketika tekanan alveolus lebih tinggi dari tekanan atmosfir. Relaksasi diafragma dan otot interkosta eskterna mengakibatkan recoil elastic dinding dada dan paru sehingga terjadi tekanan alveolus dan menurunkan volune paru, dengan demikian udara bergerak dari paru-paru keatmosfer. Sistem respirasi berperan dalam menjamin ketersediaan oksigen untuk kelangsungan metabolisme sel-sel tubuh dan pertukaran gas. Melalaui peran system respirasi oksigen di ambil dari atmosfir, di transport masuk ke paru-paru dan terjadi pertukaran gas oksigen dengan karbondioksida di alveoli, selanjutnya oksigen akan di difusi masuk kafiler darah untuk di manfaatkan oleh sel dalam proses metabolisme. Sistem pernapasan terdiri atas paru-paru dan sistem saluran yang menghubungkan jaringan paru dengan lingkungan luar paru yang menghubungkan jaringan paru dengan lingkungan luar paru yang berfungsi untuk menyediakan oksigen untuk darah dan membuang karbondioksida. Sistem pernapasan secara umum terbagi atas: 1. Bagian konduksi, yang terdiri atas : Rongga hidung, nasofaring, laring, trakea, Bronkus, dan bronkiolus. Bagian ini berfungsi untuk menyediakan saluran udara untuk mengalir ke dan dari paru-paru untuk membersihkan, membasahi, dan menghangatkan udara yang diinspirasi. 2. Bagian respirasi, yang terdiri dari alveoli, dan struktur yang berhubungan. Pertukaran gas antara udara dan darah terjadi dalam alveoli. Selain struktur diatas terdapat pula struktur yang lain, seperti bulu-bulu pada pintu masuk yang penting untuk menyaring partikel-partikel yang masuk. Sistem pernapasan memilliki sistem pertahanan tersendiri dalam melawan setiap bahan yang masuk yang dapat merusak. Terdapat tiga kelompok mekanisme pertahanan yaitu: 1. Arsitektur saluran napas : bentuk, struktur, dan kaliber saluran napas yang berbeda- beda merupakan saringan mekanik terhadap udara yang dihirup, mulai dari hidung, nasofaring, laring, serta percabangan trakeobronkial. Iritasi mekanik atau kimiawi merangsang reseptor disaluran napas, sehingga terjadi bronkokonstriksi serta bersin atau batuk yang mampu mengurangi penetrasi debu dan gas toksik ke dalam saluran napas. 2. Lapisan cairan serta silia yang melapisi saluran napas, yang mampu menangkap partikel debu dan mengeluarkannya. 3. Mekanisme pertahanan spesifik , yaitu sistem imunitas di paru yang berperan terhadap partikel-partikel biokimiawi yang tertumpuk di saluran napas. 2.2 Gangguan Sistem Pernapasan Berbagai penyakit dapat timbul dalam lingkungan pekerjaan yang mengandung debu industri, terutama pada kadar yang cukup tinggi, antara lain pneumokoniosis, silikosis, asbestosis, hemosiderosis, bisinosis, bronkitis, asma kerja, kanker paru, dll. Penyakit paru kerja terbagi 3 bagian yaitu: 1. Akibat debu organik, misalnya debu kapas (Bissinosis), debu padi-padian (Grain worker’s disease), debu kayu. 2. Akibat debu anorganik (pneumokoniosis) misalnya debu silika (Silikosis), debu asbes (asbestosis), debu timah (Stannosis). 3. Penyakit paru kerja akibat gas iritan, 3 polutan yang paling banyak mempengaruhi kesehatan paru adalah sulfur dioksida (SO2), nitrogen dioksida (NO2) dan ozon (O3). Di negara-negara maju, penyakit paru akibat kerja merupakan salah satu penyebab utama kesakitan dan kecacatan, tetapi di negara-negara berkembang, khususnya di Indonesia sampai saat ini masih sedikit kasus penyakit paru akibat kerja yang dilaporkan. 2.3 Pengertian Kerja Pengertian kerja adala kegiatan melakukan sesuatu; yang dilakukan (diperbuat); pengertian kerja lainnya adalah sesuatu yang dilakukan untuk mencari nafkah. Pekerjaan dalam arti luas adalah aktivitas utama yang dilakukan oleh manusia. Dalam arti sempit, istilah pekerjaan digunakan untuk suatu tugas atau kerja yang menghasilkan uang bagi seseorang. Dalam pembicaraan sehari-hari istilah ini sering dianggap sinonim dengan profesi. 2.4 Manifestasi Klinis Manifestasi klinis penyakit sistem pernafasan (penyakit paru) dapat berupa gejala sistemik maupun terbatas pada gejala system respirasi: 1. Batuk dgn produksi sputum - Batuk merupakan gejala penyakit Paru dan infeksi saluran nafas atas yang paling sering ditemukan. - Jenis batuk (kering/sputum): a. Kering, sering disebabkan oleh radang mukosa larinks, trakea atau bronkus, seperti pd fase dini infeksi sal. Nafas, inhalsi debu atau asap rokok. b. Sputum • S. berbau busuk: infeksi anaerob spt abses paru • S. purulen: pada bronkiektasis, abses paru • S. berwarna karat: pada pneumonia • S. berwarna hitam: iritasi asap rokok, polusi udara. 2. Batuk berdarah Batuk darah atau hemoptisis adalah ekspektorasi darah akibat perdarahan pada saluran napas di bawah laring, atau perdarahan yang keluar melalui saluran napas bawah laring. Batuk darah lebih sering merupakan tanda atau gejala dari penyakit dasar sehingga etiologi harus dicari melalui pemeriksaan yang lebih teliti. 3. Sesak nafas dan nyeri dada/pleura Sesak nafas merupakan kesulitan dalam bernafas saat sedang beraktivitas terutama aktivitas yang memerlukan banyak tenaga. Sesak nafas dapat saja menjadi berbahaya bila tidak ditangani dengan serius bahkan dapat menyebabkan kematian. 2.5 Pekerjaan Berisiko Penyakit Paru-paru Bahan-bahan berbahaya di tempat kerja yang terhirup dalam waktu lama secara teratur atau dalam jumlah tertentu dapat menimbulkan penyakit paru-paru.Besar kecilnya dampak yang timbul tergantung pada jumlah dan lamanya paparan. Di Amerika, setiap tahunnya lebih dari 16.000 orang meninggal karena penyakit paru-paru akibat tempat kerja. Kabar baiknya, penyakit pada saluran pernapasan ini bisa dicegah dengan menggunakan pelindung, seperti masker serta menghindari polutan lain seperti asap rokok dan polusi udara. Berikut adalah 10 bidang pekerjaan yang rawan gangguan pernapasan. 1. Konstruksi 2. Produksi 3. Tenaga kesehatan 4. Pabrik tekstil 5. Bartender 6. Pembuat roti 7. Industri otomotif 8. Transportasi 9. Pekerja tambang 10. Pemadam kebakaran 2.6 Penyakit-Penyakit Pernapasan 1. Asbestosis Asbestosis adalah suatu penyakit saluran pernapasan yang terjadi akibat menghirup serat-serat asbes, dimana pada paru-paru terbentuk jaringan parut yang luas. 2. Penyakit Batuk rejan Penyakit Batuk rejan atau juga dikenali sebagai "pertusis" atau dalam bahasa Inggris Whooping Cough adalah satu penyakit menular. Di dunia terjadi sekitar 30 sampai 50 juta kasus per tahun, dan menyebabkan kematian pada 300.000 kasus (data dari WHO). 3. Bronkitis Bronkitis adalah suatu peradangan pada bronkus (saluran udara ke paru-paru). Penyakit ini biasanya bersifat ringan dan pada akhirnya akan sembuh sempurna. Tetapi pada penderita yang memiliki penyakit menahun (misalnya penyakit jantung atau penyakit paru-paru) dan pada usia lanjut, bronkitis bisa bersifat serius. 4. Influensa Influensa biasanya dikenali sebagai flu di masyarakat, adalah penyakit menular burung dan mamalia yang disebabkan oleh virus RNA dari famili Orthomyxoviridae (virus influensa). Penyakit ini ditularkan dengan medium udara melalui bersin dari si penderita. 5. Paru-paru hitam Paru-paru hitam adalah suatu penyakit paru-paru yang disebabkan karena menghirup debu batubara dalam jangka panjang.Penyakit ini dikenal juga dengan sebutan pneumokoniosis pekerja batubara, dapat terjadi dalam 2 bentuk, yaitu simplek dan komplikata.Tipe simplek biasanya bersifat ringan, sedangkan tipe komplikata bisa berakibat fatal. 2.7 Silikosis 2.7.1 Definisi Silikosis adalah suatu penyakit saluran pernafasan akibat menghirup debu silika, yang menyebabkan peradangan dan pembentukan jaringan parut pada paru-paru. Debu silika yang masuk ke dalam paru-paru akan mengalami masa inkubasi sekitar 2 sampai 4 tahun. Masa inkubasi ini akan lebih pendek, atau gejala penyakit silikosis akan segera tampak, apabila konsentrasi silika di udara cukup tinggi dan terhisap ke paru-paru dalam jumlah banyak. (RS Persahabatan,2002) Terdapat 3 jenis silikosis menurut RS Persahabatan, 2002 : 1. Silikosis kronis simplek, terjadi akibat pemaparan sejumlah kecil debu silika dalam jangka panjang (lebih dari 20 tahun). Nodul-nodul peradangan kronis dan jaringan parut akibat silika terbentuk di paru-paru dan kelenjar getah bening dada. 2. Silikosis akselerata, terjadi setelah terpapar oleh sejumlah silika yang lebih banyak selama waktu yang lebih pendek (4-8 tahun). Peradangan, pembentukan jaringan parut dan gejala-gejalanya terjadi lebih cepat. 3. Silikosis akut, terjadi akibat pemaparan silikosis dalam jumlah yang sangat besar, dalam waktu yang lebih pendek. Paru-paru sangat meradang dan terisi oleh cairan, sehingga timbul sesak nafas yang hebat dan kadar oksigen darah yang rendah. Pada silikosis simplek dan akselerata bisa terjadi fibrosif masif progresif.Fibrosis ini terjadi akibat pembentukan jaringan parut dan menyebabkan kerusakan pada struktur paru yang normal. Riwayat Penyakit Host Agent Environment • Host : usia produktif, pekerja dalam lingkungan berisiko yang tidak menggunakan masker, dan penduduk yang tinggal dikawasan industri. • Agent non living agent : kimia àkristalin silicon dioksida • Environment : terkena pajanan yang terus menerus dari kawasan industry semen, -batu bara, keramik, dan industri yang menggunakan silica sebagai bahan untuk proses industrinya. Riwayat Alamiah • Periode prepathogenesis adalah interaksi antara host, agent, dan environment. Pekerja dalam lingkungan yang berisiko terpajan terus menerus dari kawasan industri semen, batu bara, keramik, dan industri lain yang menggunakan silica sebagai bahan baku merupakan factor predisposing atau factor pemungkin untuk terjadinya penyakit silicosis. Para pekerja tidak langsung terkena silicosis, karena silicosis terjadi dalam waktu yang lama dan akumulatif namun factor risiko telah ada. • Periode pathogenesis terjadi mulai saat terjadinya kelainan atau gangguan pada tubuh akibat interaksi antara stimulus penyakit dengan manusia sampai dengan terjadinya kesembuhan, kematian, kelainan yang menetap atau cacat. - Fase subklinis : serbuk silika masuk ke paru-paru dan sel pembersih (misalnya makrofag) akan mencernanya. Enzim yang dihasilkan oleh sel pembersih menyebabkan terbentuknya jaringan parut pada paru-paru. - Fase klinis : Gejala tersebut disertai batuk tidak berdahak, sulit bernapas dan mudah letih. Usaha untuk menegakkan diagnosis silikosis secara dini sangat penting, oleh karena penyakit dapat terus berlanjut meskipun paparan telah dihindari.Pada penderita silikosis insidens tuberkulosis lebih tinggi dari populasi umum. 2.7.2 Etiologi dan Faktor Risiko Penyakit Silikosis disebabkan oleh pencemaran debu silika bebas, berupa SiO2, yang terhisap masuk ke dalam paru-paru dan kemudian mengendap.Debu silika bebas ini banyak terdapat di pabrik besi dan baja, keramik, pengecoran beton, bengkel yang mengerjakan besi (mengikir, menggerinda, dll).Selain dari itu, debu silika juga banyak terdapat di tempat di tempat penampang bijih besi, timah putih dan tambang batubara.Pemakaian batubara sebagai bahan bakar juga banyak menghasilkan debu silika bebas SiO2. Pada saat dibakar, debu silika akan keluar dan terdispersi ke udara bersama–sama dengan partikel lainnya, seperti debu alumina, oksida besi dan karbon dalam bentuk abu. Silika merupakan unsur utama dari pasir, sehingga pemaparan biasanya terjadi pada: 1. Buruh tambang logam 2. Pekerja pemotong batu dan granit 3. Pekerja pengecoran logam 4. Pembuat tembikar. 5. Keluarga pekerja asbes akibat terpaparnya debu dari baju pekerja Biasanya gejala timbul setelah pemaparan selama 20-30 tahun. Tetapi pada peledakan pasir, pembuatan terowogan dan pembuatan alat pengampelas sabun, dimana kadar silika yang dihasilkan sangat tinggi, gejala dapat timbul dalam waktu kurang dari 10 tahun. Komplikasi: 1. Bronkitis 2. Emphysenic(kembang paru-paru) 3. Kegagalan jantung berfungsi 2.7.3 Manifestasi Klinis Penyakit silikosis ditandai dengan sesak nafas yang disertai batuk-batuk. Batuk ini seringkali tidak disertai dengan dahak.Pada silikosis tingkah sedang, gejala sesak nafas yang disertai terlihat dan pada pemeriksaan fototoraks kelainan paru-parunya mudah sekali diamati. Bila penyakit silikosis sudah berat maka sesak nafas akan semakin parah dan kemudian diikuti dengan hipertropi jantung sebelah kanan yang akan mengakibatkan kegagalan kerja jantung. Gejala tambahan yang mungkin ditemukan, terutama pada silikosis akut: 1. Demam 2. Batuk 3. Penurunan berat badan 4. Gangguan pernafasan yang berat. 2.7.4 Patofisiologi Partikel-partikel silika yang berukuran 0.5-5 µm bila terhirup akan tertahan di alveolus dan sel pembersih (makrofag) akan mencernanya. Banyak dari partikel ini dibuang bersama sputum sedangkan yang lain masuk ke dalam aliran limfatik paru-paru, kemudian mereka ke kelenjar limfatik. Enzim yang dihasilkan oleh sel pembersih menyebabkan terbentuknya jaringan parut pada paru-paru. Pada kelenjar, makrofag itu kemudian berintregasi, meninggalkan partikel silika yang akan menyebabkan dampak lebih luas. Kelenjar itu menstimulasi pembentukan bundel-bundel nodular dari jaringan parut dengan ukuran mikroskopik, semakin lama semakin banyak pula nodul yang terbentuk, mereka kemudian bergabung menjadi nodul yang lebih besar yang kemudian akan merusak jalur normal cairan limfatik melalui kelenjar limfe. Ketika ini terjadi, jalan lintasan yang lebih jauh dari sel yang telah tercemar oleh silika akan masuk ke jaringan limfe paru-paru. Sekarang, antibodi baru di dalam pembuluh limfatik bertindak sebagai gudang untuk sel-sel yang telah tercemar oleh debu, dan parut nodular terbentuk terbentuk pada lokasi ini juga. Kemudian, nodul-nodul ini akan semakin menyebar dalam paru-paru. Gabungan dari nodul-nodul itu kemudian secara berangsur-angsur menghasilkan bentuk yang mirip dengan masa besar tumor.Sepertinya, silika juga menyebabkan menyempitnya saluran bronchial yang merupakan sebab utama dari dyspnea.Jika penderita silikosis terpapar oleh organisme penyebab tuberkulosis (Mycobacterium tuberculosis) penderita silikosis mempunyai resiko 3 kali lebih besar untuk menderita tuberkulosis. Biasanya gejala timbul setelah pemaparan selama 20-30 tahun. Tetapi pada peledakan pasir, pembuatan terowogan dan pembuatan alat pengampelas sabun, dimana kadar silika yang dihasilkan sangat tinggi, gejala dapat timbul dalam waktu kurang dari 10 tahun. WOC silicosis 2.7.5 Pemeriksaan Biasanya akan ditanyakan secara terperinci mengenai jenis pekerjaan, hobi dan aktivitas lainnya yang kemungkinan besar merupakan sumber pemaparan silika. Pemeriksaan yang dilakukan: 1. Rontgen dada (terlihat gambaran pola nodul dan jaringan parut). Foto toraks berguna dalam mendeteksi dan memantau respon paru untuk debu mineral, logam tertentu, dan debu organik mampu mendorong pneumonitis hipersensitivitas.Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) International Klasifikasi Radiografi dari Pneumoconioses mengklasifikasikan radiografi dada sesuai dengan sifat dan ukuran dan kekeruhan melihat sejauh mana keterlibatan parenkim tersebut.Secara umum, kekeruhan linier terlihat di asbestosis. (Harrison, 2008) 2. Tes fungsi paru Banyak debu mineral menghasilkan perubahan karakteristik dalam mekanisme pernapasan dan volume paru-paru yang secara jelas menunjukkan pola restriktif.Demikian pula, pemaparan debu organik atau bahan kimia dapat menyebabkan asma kerja atau PPOK. Pengukuran perubahan volume ekspirasi paksa (FEV1) sebelum dan setelah shift kerja dapat digunakan untuk mendeteksi responbronchoconstrictive atau peradangan akut. (Harrison, 2008) 2.7.6 Penatalaksanaan Tidak ada pengobatan khusus untuk silikosis.Untuk mencegah semakin memburuknya penyakit, sangat penting untuk menghilangkan sumber pemaparan.Terapi suportif terdiri dari obat penekan batuk, bronkodilator dan oksigen. Jika terjadi infeksi, bisa diberikan antibiotik.Tindakan preventif lebih penting dan berarti dibandingkan dengan tindakan pengobatannya. Penyakit silikosis akan lebih buruk kalau penderita sebelumnya juga sudah menderita penyakit TBC paru-paru, bronchitis, astma broonchiale dan penyakit saluran pernapasan lainnya. Pengawasan dan pemeriksaan kesehatan secara berkala bagi pekerja akan sangat membantu pencegahan dan penanggulangan penyakit-penyakit akibat kerja. Data kesehatan pekerja sebelum masuk kerja, selama bekerja dan sesudah bekerja perlu dicatat untuk pemantauan riwayat penyakit pekerja kalau sewaktu – waktu diperlukan. Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah: 1. Membatasi pemaparan terhadap silika 2. Berhenti merokok 3. Menjalani tes kulit untuk TBC secara rutin. Penderita silikosis memiliki resiko tinggi menderita tuberkulosis (TBC), sehingga dianjurkan untuk menjalani tes kulit secara rutin setiap tahun. . Silika diduga mempengaruhi sistem kekebalan tubuh terhadap bakteri penyebab TBC.Jika hasilnya positif, diberikan obat anti TBC. 2.7.7 Pencegahan Berbagai tindakan pencegahan dilakukan untuk mencegah timbulnya penyakit atau mengurangi perkembangan penyakit-penyakit yang Pada tingkat perusahaan tertentu, tindakan-tindakan tersebut dapat dilakukan dengan cara antara lain : 1. Substitusi, yaitu mengganti bahan yang lebih berbahaya dengan bahan yang kurang berbahaya. 2. Ventilasi umum, yaitu mengalirkan udara ke ruang kerja untuk menurunkan kadar lebih rendah dari nilai batas ambang 3. Ventilasi keluar setempat, untuk mengalirkan keluar bahan berbahaya dari ruang kerja. 4. Isolasi salah satu proses produksi yang berbahaya. 5. Pemakaian alat pelindung diri. Pekerja harus memakai masker dan tutup kepala bertekanan.Selama kerusakan alat-alat pengendalian debu teknis atau pada keadaan darurat.Kabin dengan pengatur udara (ber-AC) hendaknya disediakan untuk para pengemudi truk dan operator alat berat pada operasi terbuka di cuaca panas di mana penyemprotan dengan air tidak dimungkinkan. 6. Penyuluhan sebelum bekerja, agar pekerja mengetahui dan mematuhi segala peraturan, serta agar mereka lebih hati-hati. 7. Penyuluhan tentang kesehatan dan keselamatan kepada para pekerja secara terus-menerus, agar mereka tetap waspada dalam menjalankan tugasnya.telah terjadi. 8. Pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja dan secara berkala. Pekerja yang terpapar silika, harus menjalani foto rontgen dada secara rutin.Untuk pekerja peledak pasir setiap 6 bulan dan untuk pekerja lainnya setiap 2-5 tahun, sehingga penyakit ini dapat diketahui secara dini. 9. Jika foto rontgen menunjukkan silikosis, dianjurkan untuk menghindari pemaparan terhadap silika. 10. Pengawasan terhadap di lingkungan kerja dapat membantu mencegah terjadinya silikosis.Penekanan debu dengan pengendalian teknis(pembasahan sebelumnya,pengeboran basah) perlu dilaksanakan dengan ketat dan debu residu hendaknya dikontrol dengan ventilasi yang sesuai.Kadar debu dan kandungan silika dalam debu yang masuk pernapasan hendaknya dipantau secara teratur. Jika menggunakan bahan peledak,para pekerja seharusnya dicegah masuk ke daerah berdebu sampai debu dibersihkan melalui ventilasi. Debu hendaknya disaring dari dari udara yang dikeluarkan . 2.8 Pengukuran Kadar Debu di Udara Pengukuran kadar debu di udara bertujuan untuk mengetahui apakah kadar debu pada suatu lingkungan kerja berada konsentrasinya sesuai dengan kondisi lingkungan kerja yang aman dan sehat bagi pekerja. Dengan kata lain, apakah kadar debu tersebut berada di bawah atau di atas nilai ambang batas (NAB) debu udara. Hal ini penting dilaksanakan mengingat bahwa hasil pengukuran ini dapat dijadikan pedoman pihak pengusaha maupun instansi terkait lainnya dalam membuat kebijakan yang tepat untuk menciptakan lingkungan kerja yang sehat bagi pekerja, sekaligus menekan angka prevalensi penyakit akibat kerja. Pengambilan/pengukuran kadar debu di udara biasanya dilakukan dengan metode gravimetric, yaitu dengan cara menghisap dan melewatkan udara dalam volume tertentu melalui saringan serat gelas/kertas saring. Alat-alat yang biasa digunakan untuk pengambilan sampel debu total (TSP) di udara seperti: 1. High Volume Air Sampler Alat ini menghisap udara ambien dengan pompa berkecepatan 1,1 - 1,7 m3/menit, partikel debu berdiameter 0,1-10 mikron akan masuk bersama aliran udara melewati saringan dan terkumpul pada permukaan serat gelas. Alat ini dapat digunakan untuk pengambilan contoh udara selama 24 jam, dan bila kandungan partikel debu sangat tinggi maka waktu pengukuran dapat dikurangi menjadi 6 – 8 jam. 2. Low Volume Air Sampler Alat ini dapat menangkap debu dengan ukuran sesuai yang kita inginkan dengan cara mengatur flow rate 20 liter/menit dapat menangkap partikel berukuran 10 mikron. Dengan mengetahui berat kertas saring sebelum dan sesudah pengukuran maka kadar debu dapat dihitung. 3. Low Volume Dust Sampler Alat ini mempunyai prinsip kerja dan metode yang sama dengan alat low volume air sampler. 4. Personal Dust Sampler (LVDS) Alat ini biasa digunakan untuk menentukan Respiral Dust (RD) di udara atau debu yang dapat lolos melalui filter bulu hidung manusia selama bernafas. Untuk flow rate 2 liter/menit dapat menangkap debu yang berukuran < 10 mikron. Alat ini biasanya dugunakan pada lingkungan kerja dan dipasang pada pinggang pekerja karena ukurannya yang sangat kecil. Nilai Ambang Batas (NAB) Untuk Debu Nilai ambang batas (NAB) adalah standar faktor-faktor lingkungan kerja yang dianjurkan di tempat kerja agar tenaga kerja masih dapat menerimanya tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan, dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu. Kegunaan NAB ini sebagai rekomendasi pada praktek higiene perusahaan dalam melakukan penatalaksanaan lingkungan kerja sebagai upaya untuk mencegah dampaknya terhadap kesehatan. Nilai ambang batas kadar debu yang ruangan didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor : 41 Tahun 1999, dan disesuaikan dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1405/Menkes/SK/XV/2002 tanggal 19 November 2002, pada lampiran I tentang Persyaratan dan tata cara penyelenggaraan kesehatan lingkungan 2.9 Peran Keluarga dalam Upaya Pencegahan Penyakit Dalam usaha pencegahan penyakit akibat kerja atau silikosis ini, suatu keluarga harus berupaya untuk selalu berperilaku hidup bersih dan sehat, seperti : merawat rumah dan menjaga lingkungan sekitar supaya bersih dari kotoran maupun debu. Untuk penderita yang alergi terhadap debu dan penderita sedang menjalani terapi pengobatan, peran keluarga disini adalah sebagai pengawas obat – obatan dari si penderita.Keluarga juga berperan dalam upaya peningkatan asupan gizi si paenderita, dengan memberikan makanan yang bergizi dan sehat. BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja. Dengan demikian penyakit akibat kerja merupakan penyakit yang artificial atau man mad disease. Penyakit silikosis disebabkan oleh pencemaran debu silika bebas, berupa SiO2, yang terhisap masuk ke dalam paru-paru dan kemudian mengendap.Penyakit ini terjadi karena inhalasi dan retensi debu yang mengandung kristalin silikon dioksida atau silika bebas. Silikosis terakselerasi bisa menyebabkan batuk berdahak dan sesak nafas. Pengobatan umumnya bersifat simptomatis, yaitu mengurangi gejala.Terapi suportif terdiri dari obat penekan batuk, bronkodilator dan oksigen.Jika terjadi infeksi, bisa diberikan antibiotik. Tindakan pencegahan dapat dilakukan dengan cara kadar debu pada tempat kerja diturunkan serendah mungkin dengan memperbaiki teknik pengolahan bahan, misalnya pemakaian air untuk mengurangi debu yang berterbangan. Bila kadar debu tetap tinggi pekerja diharuskan memakai alat pelindung. Pengawasan terhadap di lingkungan kerja dapat membantu mencegah terjadinya silikosis. REFERENSI Anonym. 2010. Macam Penyakit Pernapasan. Dapat diakses di: http://de2prayoga.blogspot.com/2010/11/10-macam-penyakit-pernapasan-beserta.html. Diakses tanggal 8 Maret 2013 (14.00) Anonym. 2010. Pengertian Kerja. Dapat diakses di: http://artikel2.com/kumpulan-bermacam2-artikel/06/pengertian-kerja-definisi-pekerjaan. Diakses tanggal 8 Maret 2013 (13.45). Anonym. 2011. Gangguan Sistem Pernapasan Akibat Kerja. Dapat diakses di: http://mencintaiprofesianda.blogspot.com/2011/09/gangguan-sistem-pernapasan-akibat-kerja.html. Diakses tanggal 8 Maret 2013 (13.40). Anonym. 2011. Pekerjaan Beresiko Penyakit Paru. Dapat diakses di: http://10keunikan.blogspot.com/2011/07/10-pekerjaan-berisiko-penyakit-paru.html. Diakses tanggal 8 Maret 2013 (13.55). Lorenz Inzenoaran. 2011. Manifestasi Klinis Penyakit Sistem. Dapat diakses di: http://lorenz-inzenoaran.blogspot.com/2011/05/manifestasi-klinis-penyakit-sistem.html. Diakses tanggal 8 Maret 2013 (13.50). Mega Imut. 2011. Pengertian Sistem Pernapasan. Dapat diakses di: http://mega-imut.blogspot.com/2011/11/pengertian-sistem-pernapasan.html. Diakses tanggal 8 Maret 2013 (13.35).

ASuhan keperawatan SLE (LUPUs)

Materi kasus. kel, lain BAB 1 KONSEP MEDIS 1. Definisi Lupus eritematosus sistemik (LES) adalah penyakit autoimun yang melibatkan berbagai organ dengan manifestasi klinik bervariasi dari yang ringan sampai berat. Pada keadaan awal, sering sekali sukar dikenal sebagai LES, karena manifestasinya sering tidak terjadi bersamaan.(Price, 1996) SLE (Sistemisc lupus erythematosus) adalah penyakti radang multisistem yang sebabnya belum diketahui, dengan perjalanan penyakit yang mungkin akut dan fulminan atau kronik remisi dan eksaserbasi disertai oleh terdapatnya berbagai macam autoantibodi dalam tubuh.(Simon dan Schuster, 2003) Penyakit lupus adalah penyakit sistem daya tahan, atau penyakit auto imun, artinya tubuh pasien lupus membentuk antibodi yang salah arah, merusak organ tubuh sendiri, seperti ginjal, hati, sendi, sel darah merah, leukosit, atau trombosit. Antibodi seharusnya ditujukan untuk melawan bakteri ataupun virus yang masuk ke dalam tubuh. Lupus adalah penyakit yang disebabkan sistem imun menyerang sel-sel jaringan organ tubuh yang sehat. sistem imun yang terbentuk berlebihan. kelainan ini dikenal dengan autoimunitas.(Jansen Murray, 2003) 2. Etiologi Sampai saat ini penyebab LES belum diketahui. Di duga faktor genetik, infeksi, dan lingkungan ikut berperan pada patofisiologi LES.Sistem imun tubuh kehilangan kemampuan untuk membedakan antigen dari sel dan Jaringan tubuh sendiri. Penyimpangan reaksi imunologi ini akan menghasilkan antibodi secara terus-menerus. Antibodi ini juga berperan dalam pembentukan kompleks imun sehingga mencetuskan penyakit inflamasi imun sistemik dengan kerusakan multiorgan. 3. Prognosis (angka kejadian) Dengan diagnosis dini dan penatalaksanaan yang mutakhir maka 80-90% pasien dapat mencapai harapan hidup 10 tahun dengan kualitas hidup yang hampir normal. 4. Manifestasi klinis - Keluhan utama dan pertama LES adalah artralgia (pegal dan linu dalam sendi). Dapatjuga timbul artritis nonerosif pada dua atau lebih sendi perifer. Artritis biasanya berlangsung hanya beberapa hari. - Lokasi artritis akut biasanya di sendi tangan, pergelangan tangan, & lutut, serta biasanya simetris. - Artritis dapat berpindah-pindah atau tetap di satu sendi dan jadi menahun. - Pasien mengeluh lesu,lemah, & capai sehingga menghalangi beraktivitas. Demam, pegal linu seluruh tubuh, nyeri otot, dan penurunan berat badan. - Terdapat kelainan kulit menahun berupa bercak diskoid yang bermula sebagai eritema papul atau plak bersisik. Sisik ini menebal & melekat disertai hipopigmentasi sentral, terutama pada daerah yang terkena sinar matahari & dapat menimbulkan kebotakan di kepala. - Dapat pula terjadi kelainan darah berupa anemia hemolitik, kelainan ginjal, pneumonitis, kelainan jantung, kelainan gastrointestinal misalnya pankreatitis, gangguan saraf seperti nyeri kepala. - Terlihat kelainan kulit spesifik berupa Bercak Malar menyerupai Kupu-Kupu di wajah & eritema umum yg menonjol. - Pasien menjadi fotosensitif & LES kambuh bila terjemur sinar matahari cukup lama. Kulit yang terkena sinar matahari menunjukkan kelainan subakut yang bersifat rekurens, berupa bercak menonjol, kemerahan, dan menahun. 5. Klasifikasi/stage Ada 3 jenis penyakit Lupus yang dikenal yaitu: a. Discoid Lupus, yang juga dikenal sebagai Cutaneus Lupus, yaitu penyakit Lupus yang menyerang kulit. b. Systemics Lupus, penyakit Lupus yang menyerang kebanyakan system di dalam tubuh, seperti kulit, sendi, darah, paru-paru, ginjal, hati, otak, dan system saraf. Selanjutnya kita singkat dengan SLE (Systemics Lupus Erythematosus). c. Drug-Induced, penyakit Lupus yang timbul setelah penggunaan obat tertentu. Gejala-gejalanya biasanya menghilang setelah pemakaian obat dihentikan. Pengaruh kehamilan terhadap SLE Eksaserbasi terjadi karena hormone estrogen meningkat selama kehamilan. Jika terjadi SLE, maka eksaserbasi meningkat 50-60%. Pada T.III eksaserbasi 50%, T.I & T.II eksaserbasi 15%, postpartum 20%. Pengaruh SLE terhadap kehamilan. Prognosis b’dasarkan remisi sebelum hamil, jika > 6 bulan eksaserbasi 25% dengan prognosis baik, jika < 6 bulan eksaserbasi 50% dengan prognosis buruk. Abortus meningkat 2-3kali, PE/E, kelahiran prematur, lupus neonatal. 6. Patofisiologi 7. Komplikasi - Vaskulitis - Perikarditis - Myocarditis - Anemia Hemolitik - Intra Vaskuler Trombosis - Hypertensi - Kerusakan Ginjal Permanen - Gangguan Pertumbuhan 8. Pemeriksaan lab dan diagnostik - Pemeriksaan Lab yg dilakukan terhadap pasien LES meliputi :  ANA ( anti nuclear antibody). Tes ANA memiliki sensitivitas yg tinggi namun spesifitas rendah.  Anti dsDNA ( double stranded ). Tes ini sangat spesifik untuk LES,biasanya titernya akan meningkat sebelum LES kambuh.  Antibodi anti-S ( Smith). Antibodi spesifik terdapat pada 20-30 % pasien.  Anti-RNP (ribonukleoprotein).  Komplemen C3,C4, dan CH50 (komplemen hemolitik)  Titer sel L. Kurang spesifik dan juga positif pada artritis reumatoid, sindrom sjogren, skleroderma, obat,& bahan-bahan kimia lain. - Pemeriksaan diagnosis Kriteria untuk klasifikasi LES dari American Rheumatism Association (ARA,1992) : 1. Artritis 2. ANA di atas titer normal 3. Bercak malar 4. Fotosensitif bercak reaksi sinar matahari ( dari anamnesis) 5. Bercak diskoid 6. Salah satu kelainan darah :  Anemia hemolitik  Leukosit < 4.000/mm3  Limfosit < 1.500/ mm3  Trombosit < 100.000/ mm3 7. Kelainan Ginjal  Proteinuria > 0,5 g per 24 jam  Sedimen selular 8. Salah satu serositis  Pleuritis  Perikarditis 9. Salah satu kelainan neurologi  Konvulsi  Psikosis 10. Ulser mulut  Salah satu kelainan imunologi  Sel LE positif  Anti dsDNA di atas titer normal  Anti Sm ( Smith) di atas titer normal  Tes Serologi sifilis positif palsu. Seorang pasien diklasifikasikan menderita LES apabila memenuhi minimal 4 dari 11 butir kriteria tersebut di atas. 9. Penalataksanaan - Untuk Penatalaksanaan, Pasien LES dibagi menjadi :  Kelompok Ringan LES dengan gejala-gejala panas, artritis, perikarditis ringan, efusi pleura/perikard ringan, kelelahan, dan sakit kepala.  Kelompok Berat LES dengan gejala-gejala efusi pleura dan perikard masif, penyakit ginjal, anemia hemolitik, trombositopenia, lupus serebral, vaskulitis akut, miokarditis, pneumonitis lupus,& perdarahan paru. - Penatalaksaan umum:  Kelelahan bisa karena sakitnya atau karna penyakit lain seperti anemia, demam, infeksi, gangguan hormonal, komplikasi pengobatan, atau stres emosional. Upaya mengurangi kelelahan: pemberian obat , cukup istrahat, pembatasan aktivitas yang berlebihan & mengubah gaya hidup.  Hindari merokok  Hindari perubahan cuaca karena akan mempengaruhi proses inflamasi.  Hindari stres dan trauma fisik.  Diet sesuai kelainan, misalnya hiperkolesterolemia.  Hindari pajanan sinar matahari, khususnya ultraviolet pada pukul 10.00-15.00.  Hindari pemakaian kontrasepsi atau obat lain yang mengandung hormon estrogen. -. Penatalaksaan medikamentosa LES derajat ringan :  Aspirin & obat AINS merupakan pilihan utama dengan dosis sesuai derajat penyakit.  Penambahan obat antimalaria hanya bila ada ruam kulit dan lesi di mukosa membran.  Bila gagal, dapat ditambah prednison 2,5-5 mg / hari. Dosis dapat dinaikkan 20 % secara bertahap tiap 1-2 minggu sesuai kebutuhan. LES derajat berat :  Pemberian steroid sistemik merupakan pilihan pertama dengan dosis sesuai dengan kelainan organ sasaran yg terkena. BAB II KONSEP KEPERAWATAN 1. Pengkajian Pasien datang ke IGD RSAM dengan keluhan mata dan muka terasa panas dan gatal yang disertai dengan nyeri pada bibir dan mulut, timbul bintik-bintik merah pada muka dan badan. Kulit muka kemerahan sudah dirasakan pasien sejak + 3 tahun yang lalu. Awalnya kemerahan pada kulit hanya berupa titik-titik saja dan tidak terlalu banyak tetapi semakin lama semakin banyak dan semakin besar. Mata dan muka terasa panas dan gatal dirasakan sudah lama kira-kira 2 tahun yang lalu hilang timbul dan semakin parah saat 3 hari yang lalu. Keluhan panas dan gatal tersebut semakin jelas apabila terkena matahari, oleh sebab itulah pasien akhir-akhir ini jarang keluar rumah pada siang hari. Selain itu juga bintik-bintik merah ini timbul di daerah badan dan punggung tetapi daerah tangan dan kaki tidak terdapat bintik-bintik merah. Pasien mengaku pernah bekerja di pabrik pengolahan udang selama 7 tahun sejak tahun 1998. Saat bekerja di pabrik tersebut pasein mengaku sering gatal-gatal dan panas pada wajah, oleh sebab itulah pasien berhenti bekerja. Setelah berhenti bekerja bintik-bintik merah pada wajah baru timbul. Satu bulan yang lalu pasien pernah mengunjungi dokter untuk berobat di klinik dekat rumahnya. Oleh dokter setempat pasien diberikan obat salep dan tablet tetapi pasien lupa nama obatnya. Saat pagi hari pasien sulit membuka matanya karena mata pasien banyak terdapat kotoran atau belek. Selain itu juga mulut pasien semakin lama semakin panas dan pecah-pecah dan terkadang mengeluarkan darah. Sendi kaki dan tangan pun terasa nyeri terutama karena sangat menggangu dalam aktivitasnya sehari-hari. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan TD : 100/60 mmHg, N : 96 x/ menit, S: 36,3 C, RR : 24x / menit, Kesadaran : Compos mentis, Sianosis : Tidak ada, Edema umum : Tidak ada, Cara berjalan : Normal, Mobilitas : Pasif. Pemeriksaan kulit : Warna : Sawo matang, Jaringan parut : Tidak ada, Pertumbuhan rambut : Jarang, Suhu Raba : Hangat, Keringat : Tidak ditemukan keringat setempat atau umum, Efloresensi : Makula eritema ukuran miliar – lentikular, Pigmentasi : Tidak ada, Lembab/Kering:Kering, Wajah : Butterfly rash, Mata : Nyeri, sekret (+), konjungtiva anemis, Mulut : Ulser mulut, bibir terasa terbakar, Dada : Makula eritema ukuran miliar – lentikuler, Perut : Makula eritema ukuran miliar – lentikuler. Hasil pemeriksaan lab Hb : 4,6 gr/dl, Leukosit : 2400 /ul ANALISA DATA NO. DATA MASALAH KEPERAWATAN 1. Data subjektif: - Klien mengeluh mata dan muka terasa panas dan gatal - Klien mengatakan timbul bintik-bintik merah pada muka dan dada. - Klien mengeluh mulutnya semakin lama semakin panas dan pecah-pecah dan terkadang mengeluarkan darah Data objektif: - Timbul bintik-bintik merah pada muka dan badan klien - Wajah butterfly rash - Pertumbuuhan rambut jarang - Bibir terlihat pecah-pecah Kerusakan integritas kulit 2. Data subjektif: - Klien mengeluh nyeri pada bibir dan mulut serta pada bagian mata - Klien mengeluh sulit untuk membuka mata di pagi hari - Klien mengeluh bibir terasa terbakar Data objektif: - Mata klien mengeluarkan sekret yang berlebih - Bibir klien terlihat pecah-pecah Masih dibutuhkan data tambahan : Skala Nyeri (PQRST) : 1. P : Nyeri muncul sejak klien bekerja di pabrik udang 2. Q : nyeri yang dirasakan seperti ditusuk-tusuk dan diiris-iris, nyeri berkurang saat klien diberikan analgetik dan beristrahat 3. R : nyeri dirasakan dibagian mata dan bibir 4. S : nyeri yang dirasakan skala 4 (0-5) 5. T : nyeri terasa saat klien bangun pagi hari Masih dibutuhkan data tambahan : 1. Klien nampak meringis Nyeri 3. Data subjektif - Masih dibutuhkan data tambahan : 1. Klien mengeluh sulit untuk membuka mulut 2. Klien mengeluh kurang nafsu makan Data objektif - Konjungtiva anemis - TD : 100/60 mmHg - Hb : 4,6 gr/dl - Leukosit 2400/ul - Bibir klien tampak pecah-pecah Masih dibutuhkan data tambahan : 1. Penurunan berat badan 2. Klien nampak lemah 3. Klien nampak pucat Nutrisi kurang dari kebutuhan 4. Data subjektif: - Klien mengeluh sendi kaki dan tangan terasa nyeri dan sangat mengganggu aktivitas Data objektif: - TD : 100/60 mmHg - Hb : 4,6 gr/dl - Leukosit 2400/ul Masih dibutuhkan data tambahan : 1. Klien terlihat lemah 2. Klien nampak meringis 3. Klien tampak pucat Intoleran aktifitas DAFTAR MASALAH KEPERAWATAN : 1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan proses penyakit 2. Nyeri berhubungan dengan inflamasi/kerusakan jaringan 3. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia 4. Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum   RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN No. DiagnosaKeperawatan TujuandanKriteriaEvaluasi Intervensi Rasional 1. 2. 3. 4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan proses penyakit, ditandai dengan: Data subjektif: - Klien mengeluh mata dan muka terasa panas dan gatal - Klien mengatakan timbul bintik-bintik merah pada muka dan dada. - Klien mengeluh mulutnya semakin lama semakin panas dan pecah-pecah dan terkadang mengeluarkan darah Data objektif: - Timbul bintik-bintik merah pada muka dan badan klien - Wajah butterfly rash - Pertumbuuhan rambut jarang Nyeri berhubungan dengan inflamasi/kerusakan jaringan, ditanda dengan: Data subjektif: - Klien mengeluh nyeri pada bibir dan mulut serta pada bagian mata - Klien mengeluh sulit untuk membuka mata di pagi hari - Klien mengeluh bibir terasa terbakar Data objektif: - Mata klien mengeluarkan sekret yang berlebih - Bibir klien terlihat pecah-pecah Masih dibutuhkan data tambahan : Skala Nyeri (PQRST) : 1. P : Nyeri muncul sejak klien bekerja di pabrik udang 2. Q : nyeri yang dirasakan seperti ditusuk-tusuk dan diiris-iris, nyeri berkurang saat klien diberikan analgetik dan beristrahat 3. R : nyeri dirasakan dibagian mata dan bibir 4. S : nyeri yang dirasakan skala 4 (0-5) 5. T : nyeri terasa saat klien bangun pagi hari Masih dibutuhkan data tambahan : 1. Klien nampak meringis Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh ditandai dengan : Data subjektif: Masih dibutuhkan data tambahan : 1. Klien mengeluh sulit untuk membuka mulut. 2. Klien mengeluh kurang nafsu makan Data objektif: - Konjungtiva anemis - TD : 100/60 mmHg - Hb : 4,6 gr/dl - Leukosit 2400/ul - Bibir klien tampak pecah-pecah Masih dibutuhkan data tambahan : 1. Penurunan berat badan 2. Klien nampak lemah 3. Klien nampak pucat Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ditandai dengan: Data Subjektif : - Klien mengeluh sendi kaki dan tangan terasa nyeri dan sangat mengganggu aktivitas. Data Objektif : - TD : 100/60 mmHg - Hb : 4,6 gr/dl - Leukosit 2400/ul Masih dibutuhkan data tambahan : 1. Klien terlihat lemah 2. Klien nampak meringis 3. Klien tampak pucat Setelah dilakukan tindakan selama 3x24 jam masalah : Integritas kulit kembali normal. Kriteria hasil: - Mata dan muka tidak terasa panas dan gatal - Tidak lagi timbul bintik-bintik merah pada muka dan dada klien - Bibir klien tidak terasa panas dan pecah-pecah serta tidak mengeluarkan darah - Tidak lagi timbul bintik-bintik merah pada muka dan badan klien - Tidak terdapat butterfly rush pada wajah klien - Pertumbuhan rambut klien bisa menjadi normal Setelah dilakukan tindakan selama 3x24 jam masalah : Nyeri hilang atau berkurang, Kriteria hasil: - Nyeri pada bibir dan mulut hilang atau berkurang - Tidak terdapat kesulitas saat membuka mata di pagi hari - Nyeri pada mata klien hilang atau berkurang - Mulut klien tidak terasa terbakar - Mata klien tidak mengeluarkan sekret yang berlebih Setelah dilakukan tindakan selama 3x24 jam masalah : nutrisi seimbang, dengan kriteria hasil: - Klien bisa membuka mulut dengan normal - Nafsu makan klien kembali membaik - Konjungtiva tidak tampak anemis - TD: 120/80 mmHg - Hb: 13 gr/dl - Leukosit 4000-11000/ul - Bibir klien tidak tampak pecah-pecah - Berat badan kembali normal - Klien tidak tampak lemah - Klien tidak tampak pucat Setelah dilakukan tindakan selama 3x24 jam masalah : Aktivitas dapat normal kembali, Kriteria hasil: - Tidak terdapat nyeri sendi kaki dan tangan serta aktivitas tidak terganggu - Konjungtiva normal - TD : 120/80mmHg - Hb : 13 gr/dl - Leukosit : 4000-11000/ul - Kaji kulit setiap hari. Catat warna, turgor, sirkulasi dan sensasi. Gambarkan lesi dan amati perubahan. - Pertahankan/instruksikan dalam hygiene kulit, mis, membasuh kemudian mengeringkannya dengan berhati-hati dan melakukan masase dengan menggunakan lotion atau krim. - Gunakan/berikan obat-obatan topical sesuai indikasi - Tutup luka sesegera mungkin kecuali perawatan luka bakar metode pemajanan pada udara terbuka. - Berikan aktivitas terapeutik tepat untuk usia/kondisi. - Berikan analgesic (narkotik dan non-narkotik) sesuai indikasi. - Kaji masukan makanan saat ini, catat derajat kesulitan makan, evaluasi berat badan dan ukuran tubuh . -Berikan perawatan mulut yang terus menerus, awasi tindakan pencegahan sekresi. Hindari obat kumur yang mengandung alcohol. - Jadwalkan obat-obatan di antara makan (jika memungkinkan) dan batasi pemasukan cairan dengan makanan, kecuali jika cairan memiliki nilai gizi. - Dorong aktivitas fisik sebanyak mungkin. - Berikan fase istirahat sebelum makan. Hindari prosedur yang melelahkan saat mendekati waktu makan. - Dorong pasien untuk duduk pada waktu makan. - Catat pemasukan kalori - Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas. - Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan aktivitas dan istitrahat. - Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan. R/ : Menentukan garis dasar di man perubahan pada status dapat di bandingkan dan melakukan intervensi yang tepat. R/:Mempertahankan kebersihan karena kulit yang kering dapat menjadi barier infeksi. R/ : Digunakan pada perawatan lesi kulit. R/ : Suhu berubah dan gerakan udara dapat menyebabkan nyeri hebat pada pemajanan ujung saraf. R/ : Membantu mengurangi konsentrasi nyeri yang di alami dan memfokuskan kembali perhatian. R/ : Membantu mengurangi nyeri. R/: Pasien ulser sering anoreksia karena susahnya atau terdapat hambatan pada saat membuka mulut. R/: mengurangi ketidaknyamanan yang berhubungan dengan mual/muntah, lesi oral, pengeringan mukosa dan halitosis. Mulut yang bersih meningkatkan nafsu makan. R/: lambung yang penuh akan akan mengurangi napsu makan dan pemasukan makanan. R/: dapat meningkatkan napsu makan dan perasaan sehat. R/: mengurangi rasa lelah; meningkatkan ketersediaan energi untuk aktivitas makan. R/: mempermudah proses menelan dan mengurangi resiko aspirasi. R/: mengidentifikasi kebutuhan terhadap suplemen atau alternative R/ : Menetapkan kebutuhan/kemampuan pasien dan memudahkan pemilihan intervensi. R/ : Tirah baring diperthankan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan metabolic, menghemat energi untuk penyembuhan. R/ : Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplay dan kebutuhan oksigen.

Materi kuliah, kel. lain BAB I KONSEP MEDIS 1. DEFINISI Anemia adalah kondisi dimana berkurangnya sel,darah merah(eritrosit)dalam sirkulasi darah atau masa hemoglobin sehingga tidak mampu memenuhi fungsinya sebagai pembangun oksigen keseluruh jaringan. Meurut WHO (1992) anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin lebih rendah dari bats normal untuk kelompok orang yang bersangkutan. Anemia secara laboratorik yaitu keadaan apabila terjadi penurunan dibawah normal kadar hemoglobin, hitung eritrosit dan hemotokrit. Anemia adalah istilah yang menunjukan rendahnya hitung sel darah merah dari kadar hemoglobin dan hematokrit dibawah normal. Anemia bukan merupakan penyakit melainkan merupakan pencerminan keadaan suatu penyakit atau gangguan fungsi tubuh secara fisiologi anemia terjadi apabila terdapat kekurangan jumlah hemoglobin untuk mengangkut oksigen kejaringan. Terdapat berbagai macam anemia sebagian akibat produksi sel darah merah tidak mencukupi,dan sebagian lagi akibat sel darah merah prematur atau penghancuran sel darah merah yang berlebihan. Factor penyebab lainya meliputi kehilangan darah,kekurangan nutrisi,fakror keturunan dan penyakit kronis. Anemia kekurangan besi adalah yang terbanyak diseluruh dunia. 2. ETIOLOGI Anemia disebabkan oleh berbagai jenis penyakit, namun semua kerusakan tersebut secara signifikan akan mengurangi banyaknya oksigen yang tersedia untuk jaringan. Beberapa penyebab anemia secara umum antara lain : a. Secara fisiologis anemia terjadi bila terdapat kekurangan jumlah hemoglobin untuk mengangkut oksigen ke jaringan. b. Akibat dari sel darah merah yang premature atau penghancuran sel darah merah yang berlebihan c. Poduksi sel darah merah yang tidak mencukupi d. Factor lain meliputi kehilangan darah, kekurangan nutrisi, factor keturunan, penyakit kronis dan kekurangan zat besi. 3. PROGNOSIS Anemia umyang sangat baik, umumnya mempunai prognosis dan ia mu ngkin dapat disembuhkan pada banyak kejadian-kejadianprognosis seluruh keseluruhan tergantung pada penyebab yang mendasari anemia, keparahannya, dan kesehatan seluruh pasien. 4. MANIFESTASI KLINIS Manifestasi klinis pada Anemia timbul akibat respon tubuh terhadap hipoksia(kekurangan oksigen dalam darah). Manifestasi klinis tergantung dari kecepatan kehilangan darah, akut atau kronik anemia, umur dan ada atau tidaknya penyakit misalnya penyakit jantung, kadar Hb biasanya berhubungan dengan manifestasi klinis. Bila Hb 10 – 12 gram / dl biasanya tidak ada gejala. Manifestasi klinis biasanya terjadi apabila Hb antara 6 – 10 gram / dl diantaranya dispnea (kesulitan bernapas, napas pendek), palpitasi, keringan banyak, keletihan. Tanda dan gejalanya antara lain: 1. Pusing 2. Mudah berkunang-kunang 3. Lesu 4. Aktifitas kurang 5. Rasa mengantuk 6. Susah konsentrasi 7. Cepat lelah 8. Prestatsi kerja fisik/fikiran menurun 9. Konjungtifa pucat 10. Telapak tangan pucat 11. Iritabilitas dan anoreksia 12. Takikardia, murmur systoli 13. Letargi, kebutuhan tidur meningkat 14. Purpura 15. Perdarahan Gejala has masing masing anemia : a. Perdarahan berulang atau kronik pada anemia pasca perdarahan, anemia defisieensi besi. b. Ikterus, urin berwarna kuning/coklat, perut mrongkol/makin buncit pada anemia hemolitik c. . Mudah infeksi pada anemia Aplastik dan anemia karena keganasan 5. KLASIFIKASI /STAGE Anemia dapat diklasifikasikan dalam beberapa klasifikasi 1. Anemia karena penurunan produksi sel eritrosit a. Anemia defisiensi Besi Anemia defisiensi besi merupakan jenis anemia terbanyak di dunia terutama pada negara miskin dan berkembang. Anemia defisiensi besi merupakan gejala kronis dengan keadaan hiprokromik (konsentrasi hemoglobin kurang), mikrositik yang disebabkan oleh suplay besi kurang dalam tubuh. Kurangnya besi berpengaruh dalam pembentukan hemoglobin sehingga konsentrasinya dalam sel darah merah berkurang, hal ini akan mengakibatkan tidak adekuatnya pengangkutan oksigen ke seluruh jaringan tubuh. Pada keadaan normal kebutuhan besi orang dewasa 2 – 4 gram besi, kira – kira 50 mg/kg BB pada laki-laki dan 35 mg/kg BB pada wanita dan hamper 2/3 terdapat dalam hemoglobin. Absorbsi besi terjadi di lambung, duodenum dan jejunum bagian atas. Adanya erosive esofagitis, gaster, ulser duodenum, kanker dan adenoma kolon akan mempengaruhi arbsorbsi besi. b. Anemia Megaloblastik Anemia yang disebabkan karena kerusakan sintesis DNA yang mengakibatkan tidak sempurnanya SDM. Keadaan ini disebabkan karena defisiensi vitamin B12 (cobalamin) dan asam folat. Karakteristik sel SDMnya adalah mengaloblas (besar, abnormal, premature SDM) dalam darah dan sumsum tulang. Sel megaloblas ini fungsinya tidak normal, dihancurkan semasa dalam sumsum tulang sehingga terjadi eritropoesis tidak efektif dan masa hidup eritrosit lebih pendek, keadaan ini mengakibatkan :  Leucopenia (menurunnya jumlah SDP)  Trombositopenia  Pansitonemia  Gangguan pada oral, gastrointestinal dan neurologi c. Anemia Defisiensi Vitamin B12 (Pernicious Anemia) Merupakan gangguan autoimun karna tidak adanya intrinsic factor (IF) yang diproduksi di sel parietal lambung, sehingga terjadi gangguan absorbs vitamin B12. d. Anemia Defisiensi Asam Folat Kebutuhan folat sangat kecil, biasanya terjadi pada orang yang kurang makan sayuran dan buah-buahan, gangguan pada pencernaan, akloholik dapat meningkatkan kebutuhan folat, wanita hamil, masa pertumbuhan. Defisiensi asam folat juga dapat mengakibatkan sindome malabsorbsi. e. Anemia Aplastik Terjadi akibat ketidaksanggupan sumsum tulang membentul sel – sel darah. Kegagalan tersebut disebabkan kerusakan primer stem sel mengakibatkan anemia, leucopenia dan thrombositopenia. Zat yang dapat merusak sumsum tulang disebut mielotoksin. 2. Anemia karena meningkatnya kerusakan eritrosit. a. Anemia Hemolitik Anemia hemolitik terjadi akibat peningkatan hemolisis dari eritrosit, sehingga usia sel darah merah lebih pendek. b. Anemia Sel Sabit Anemia sel – sel sabit adalah anemia hemolitika berat ditandai SDM kecil sabit, dan pembesaran limpa akibat kerusakan molekul Hb. 6. PATOFISIOLOGI 7. KOMPLIKASI Komplikasi umum akibat anemia adalah: o gagal jantung, o parestisia dan o kejang. Anemia juga menyebabkan daya tahan tubuh berkurang. Akibatnya, penderita anemia akan mudah terkena infeksi. Gampang batuk-pilek, gampang flu, atau gampang terkena infeksi saluran napas, jantung juga menjadi gampang lelah, karena harus memompa darah lebih kuat. Pada kasus ibu hamil dengan anemia, jika lambat ditangani dan berkelanjutan dapat menyebabkan kematian, dan berisiko bagi janin. Selain bayi lahir dengan berat badan rendah, anemia bisa juga mengganggu perkembangan organ-organ tubuh, termasuk ota 8. PEMERIKSAAN LAB DAN DIAGNOSTIK 1. Jumlah darah lengkap (JDL) : hemoglobin dan hemalokrit menurun. 2. Jumlah eritrosit : menurun (AP), menurun berat (aplastik); MCV (molume korpuskular rerata) dan MCH (hemoglobin korpuskular rerata) menurun dan mikrositik dengan eritrosit hipokronik (DB), peningkatan (AP). Pansitopenia (aplastik). 3. Jumlah retikulosit : bervariasi, misal : menurun (AP), meningkat (respons sumsum tulang terhadap kehilangan darah/hemolisis). 4. Pewarna sel darah merah : mendeteksi perubahan warna dan bentuk (dapat mengindikasikan tipe khusus anemia). LED : Peningkatan menunjukkan adanya reaksi inflamasi, misal : peningkatan kerusakan sel darah merah : atau penyakit malignasi. 5. Masa hidup sel darah merah : berguna dalam membedakan diagnosa anemia, misal : pada tipe anemia tertentu, sel darah merah mempunyai waktu hidup lebih pendek. 6. Tes kerapuhan eritrosit : menurun (DB). 7. SDP : jumlah sel total sama dengan sel darah merah (diferensial) mungkin meningkat (hemolitik) atau menurun (aplastik). 8. Jumlah trombosit : menurun caplastik; meningkat (DB); normal atau tinggi (hemolitik) 9. Hemoglobin elektroforesis : mengidentifikasi tipe struktur hemoglobin. 10. Bilirubin serum (tak terkonjugasi): meningkat (AP, hemolitik). 11. Folat serum dan vitamin B12 membantu mendiagnosa anemia sehubungan dengan defisiensi masukan/absorpsi 12. Besi serum : tak ada (DB); tinggi (hemolitik) 13. TBC serum : meningkat (DB) 14. Feritin serum : meningkat (DB) 15. Masa perdarahan : memanjang (aplastik) 16. LDH serum : menurun (DB) 17. Tes schilling : penurunan eksresi vitamin B12 urine (AP) 18. Guaiak : mungkin positif untuk darah pada urine, feses, dan isi gaster, menunjukkan perdarahan akut / kronis (DB). 19. Analisa gaster : penurunan sekresi dengan peningkatan pH dan tak adanya asam hidroklorik bebas (AP). 20. Aspirasi sumsum tulang/pemeriksaan/biopsi : sel mungkin tampak berubah dalam jumlah, ukuran, dan bentuk, membentuk, membedakan tipe anemia, misal: peningkatan megaloblas (AP), lemak sumsum dengan penurunan sel darah (aplastik). 21. Pemeriksaan andoskopik dan radiografik : memeriksa sisi perdarahan : perdarahan GI 9. PENATALAKSANAAN 1. Anemia karena penurunan produksi sel eritrosit A. Anemia defisiensi Besi 1. Pemberian diet tinggi zat besi 2. Atasi penyebab seperti cacingan,perdarahan. 3. Pemberian preparat zat besi seperti sulfas ferosus (dosis:3x200 mg),ferro glukonat 3x200mg/hari atau diberikan secara parebteral jika alergi dengan obat peroral 250 mg Fe (dosis:3 mg/kg BB) 4. Iron dextran mengandung Fe 50 mg/ml dengan IM, kemudian 100-250 mg tiap 1-2 hari sampai dosis total sesuai perhitungan. 5. Pemberian vitamin C (dosis:3x100 mg/ hari ) 6. Tranfusi darah jika diperlukan. B. Anemia Megaloblastik 1. Piet nutrisi dengan tinggi vitamin B12 dan asam folat. 2. Pemberian hydroxycobalamin IM 200 mg /hari atau 1000 mg diberikan setiap minggu selama 7 minggu 3. berikan asam folat 5 mg /hari selama 4 bulan. C. Anemia Defisiensi Vitamin B12 (Pernicious Anemia) 1. Pemberian vitamin B12 oral, apabila IF kurang diberikan IM 100 gram tiap bulan 2. Pemberian diet zat besi (daging,hati,kacang hijau,telur,produk susu),asam folat. D. Anemia Defisiensi Asam Folat 1. Berikan asam folat 0,1-5 mg setiap hari,jika malabsorosi diberikan IM. 2. Berikan vitamin C untuk membantu penyerapan dan eritropoitis 3. Berikan diet tinggi asam folat( asparagus,brokoli,nanas,melon,sayuran hijau,ikan,hati daging,stroberi,susu,telur,kentang,roti) E. Anemia Aplastik 1. Monitor adanya perdarahan dan pansitopenia (menurunya sel darah merah,leukosit dan trombosit) 2. Transfusi darah 3. Pengobatan infeksi:jamur,bakteri. 4. Transplantasi sumsum tulang (pasien dibawah 60 tahun) 5. Immunosupresive terapi : kombinasi cyclosporine, anthytimocyte globulin (ATG),antilymphocyte globulin (ALG) 6. Diet yang bebas bakteri 7. pendidikan kesehatan untuk mencegah infeksi 2. Anemia karena meningkatnya kerusakan eritrosit. a. Anemia Hemolitik 1. Pencegahan factor resiko 2. Transfusi darah 3. Cairan adekuat 4. Pemberian asam folat 5. Pemberian eritropoitin 6. Pemberian kartikosteraid 7. Pendidikan kesehatan b. Anemia Sel Sabit 1. Belim ada obat yang efektif (cetiedil citrate berfungsi menjaga membrane SDM) 2. Penanganan nyeri 3. Penanganan infeksi dan pencegahan 4. Transfusi darah 5. Mengurangi kekentalan darah 6. Transplantasi sumsum tulang BAB II KONSEP KEPERAWATAN 1. PENGKAJIAN Pasien wanita 50 tahun datang menemui dokter dan mengeluhkan lelah, sesak nafas, kaki dan pergelangan kakinya bengkak dan membran mukosanya pucat. Dari hasil pemeriksaan fisik terlihat bahwa kuku pasien berbentuk sendok. Setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium diperoleh hasil sbb: WBC 4x109 /L, RBC 3 x 109/L, Hb 7 g/dl, MVC 70 fL ANALISA DATA NO. DATA MASALAH KEPERAWATAN 1. DS : - Lelah - (pusing )  DO :  Membrane mukosa pucat  Kuku berbentuk Sendok  Udema pada tungkai  Hb 7 g/dl  RBC 3 X 109 / L  Dispneu  (Kapillari Reffil Time ( menurun))  ( Muka pucat)  (Kuku ikterik)  (Konjugtiva anemis) Gangguan Perfusi Jaringan perifer Ket : tanda dalam kurung merupakan data yang harus ditambah DAFTAR MASALAH KEPERAWATAN : 1. Gangguan Perfusi jaringan perifer b.d kurangnya transport 02 RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN Nama Pasien : Ny 50 Tahun Nama Mahasiswa : No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional 1. Gangguan Perfusi jaringan perifer b.d kurangya transport O2. Ditandai dengan : DS :  Lelah  - (pusing )  DO :  Membrane mukosa pucat  Kuku berbentuk Sendok  Udema pada tungkai  Hb 7 g/dl  RBC 3 X 109 / L  Dispneu  (Kapillari Reffil Time ( menurun))  ( Muka pucat)  (Kuku ikterik)  (Konjugtiva anemis) Setelah dilakukan intervensi selama 2 x 24 jam perfusi jaringan perifer teratasi dengan kriteria hasil:  Membran mukosa berwarna merah muda  Tidak adanaya udema perifer  Aktivitas kembali normal  Pola nafas kembali normal  Kadar HB >12 gr/dl  Kadar RBC > 5 X 10^9 / L 2. Awasi * mandiri 1. Awasi tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit/ membrane mukosa, dasar kuku 2. Tinggikan kepala tempat tidur sesuatu toleransi 3. Awasi upaya pernafasan : auskultasi bunyi napas perhatikan bunyi atventisius. 4. Selidiki keluhan nyeri dada, palpitasi. 5. Kaji untuk respons verbal memperlambat, mudah merangsang, agitasi, gangguan memori, bingung. 6. Melakukan sirkulasi perifer secara komprehensif (misal: periksa nadi perifer, edema, pengisian kapiler, warna dan suhu ekstremitas) 7. Orientasi / orientasikan ulang pasien sesuaikebutuhan. Catat jadwal aktivitas pasien untuk dirujuk. Berikan cukup waktu untuk berpikir komunikasi dan aktivitas. 8. Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan dan tubuh hangat sesuai indikasi • Kolaborasi 1. Awasi pemeriksaan laboratorium, misalnya HB atau HT dan jumlah SDM, GDA 2. Berikan SDM darah lengkap / packet, produk darah sesuai indikasi ,awasiketat untuk komplikasi trnsfusi. 3. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi. 4. Siapkan intevensi pembedahan sesuai indikasi. 1. Memberikam informasi tentang derajat / keadekuatan perfusi jaringan dan membantu menentukan kebetuhan intervensi. 2. Meningkatkat ekspansiparu dan memaximalkan oksigen untuk kebutuhan seluler. 3. Dispnea, gemericik menunjukan GJK, karena ragangan jantung lama / peningkatan konpensasi curah jantung. 4. Iskemia seluler mempengaruhi jaringan miokardial / potensial resiko inafark 5. Dapat mengindikasikan gangguan fungsi selebral karena hipoksia atau difisiensi vitamin B12. 6. Tarikan grafitasi akan menghambat aliran balik vena ke jantung dan menghambatkan statis vena (pengumpulan darah dalam vena) 7. Memmbantu memperbaiki proses piker dan kemampuan melakukan atau mempertahankan kebutuhan AKS. 8. Termoreseptor jarinagn dermal dangkal karena gangguan oksigen. 1. Mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan / respon terhadap terapi 2. Meningkatkan jumlah sel membawa oksigen memperbaiki defisensi untuk menurunkan resiko perdarahan 3. Memaksimalkan trnspor oksigen ke jaringan 4. Trnplantasi sum – sum tulang dilakukan pada kegagalan sum – sum tulang / anemia aplastik. DAFTAR PUSTAKA Brunner & Suddart, 2005. Keperawatan Medikal Bedah Volume 3 ; Anemia Defisisensi Besi . Jakarta : ECG. Corwin, Elizabeth J, 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC Doengoes, M.E.1999. Rencana Asuhan Keperawatan; Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC. Muttaqin, Arif.2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan System Kardiovaskuler dan Hematologi. Jakarta : Salemba Medika. Price, Sybia A, dkk. 2005. Patofisiologi Volume 1. Jakarta : EGC Salam Abdul, 2012. Darah. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Tarwoto, 2008. BukuKeperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Hematologi . Jakarta :Trans Info Media. Teddy, 2010. Sistem Sirkulasai Darah, dapat diakses di http://teddyputra.blogspot.com/2010/02/sistem-sirkulasi-darah.html. diakses pada tanggal 23 Februari 2013. Nezfine. 2010. Edema, dapat diakses di http://nezfine.wordpress.com/2010/03/11/edema/.html Diakses pada tanggal 23 februarii] 2013 Kompas. 2011. Anema dan Jantung. Daapt di akses di http://health.kompas.com/index.php/read/2011/06/30/16330166/Anemia.Berisiko.Penyakit.Jantung.html Diakses pada tanggal 23 februari 2013

Asuhan keperawatan HIV AIDS kasus

BAB I KONSEP MEDIS 1.1 Definisi AIDS adalah sindroma yang menunjukkan defisiensi imun seluler pada seseorang tanpa adanya penyebab yang diketahui untuk diketahui untuk dapat menerangkan terjadinya defisiensi, tersebut seperti keganasan, obat-obat supresi imun, penyakit infeksi yang sudah dikenal, dan sebgainya (Christine L, 1992). AIDS adalah kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh virus yang disebut HIV yang ditandai dengan menurunnya sistem kekebalan tubuh sehingga pasien AIDS mudah diserang oleh infeksi oportunistik dan kanker (Djauzi dan Djoerban, 2003). AIDS diartikan sebagai bentuk paling erat dari keadaan sakit terus menerus yang berkaitan dengan infeksi Human Immunodetciency Virus (HIV) (Suzane C. Smeltzler dan Brenda G. Bare, 2002). AIDS merupakan sekumpulan gejala yang menunjukkan kelemahan atau kerusakan daya tahan tubuh yang diakibatkan oleh factor luar ( bukan dibawah sejak lahir ) dan sebagai bentuk paling hebat dari infeksi HIV, mulai kelainan ringan hingga keadaan imunosupresi dan berkaitan dengan berbagai infeksi yang dapat membawa kematian dan kelainan malignitas yang jarang terjadi ( Centers Of Disease Control And Prevention ). 1.2 Etiologi AIDS disebabkan oleh virus yang mempunyai beberapa nama yaitu HTL II, LAV, RAV. Yang nama ilmiahnya disebut Human Immunodeficiency. HIV adalah retrovirus yang menginfeksi terutama organ-organ vital manusia sistem kekebalan tubuh seperti sel T CD4+ (a subset sel T ), makrofag dan sel dendritik . Secara langsung dan tidak langsung merusak sel CD4+ T. Setelah HIV telah membunuh begitu banyak per CD4+ T sel yang ada lebih sedikit dari 200 sel microliter (μL) dari darah , kekebalan selular hilang. Akut infeksi HIV berlanjut dari waktu ke waktu untuk infeksi HIV laten klinis dan kemudian ke awal gejala infeksi HIV dan kemudian AIDS, yang diidentifikasi baik berdasarkan jumlah sel T CD4+ sisa dalam darah, dan / atau adanya infeksi tertentu. Virus ini ditransmisikan melalui : 1. Hubungan seksual ( 0,1-1%) 2. Darah a. Transfusi darah yang mengandung HIV ( resiko 90-98) b. Tertusuk jarum yang mengandung HIV ( resiko 0,3) c. Terpapar mukosa yang mengandung HIV ( resiko 0,09) 3. Transmisi dari ibu ke anak ( resiko 25-45%) a. Selama kehamilan (resiko 7% ) b. Saat persalinan ( resiko 18%) c. Air susu ibu ( resiko 14%) 1.3 Prognosis Penyakit HIV/Aids tidak dapat diobati. Yang terpenting adalah pencegahan. Sulit sekali menduga apalagi menentukan perjalanan penyakit pada waktu diagnosis AIDS ditegakkan. Mortalitas pasien AIDS mendekati 100%. 1.4 Manifestasi Klinis Gambaran klinis infeksi HIV/AIDS dapat disebabkan HIV-nya sendiri (sindrom retroviral akut, demensia HIV), infeksi oportunistik, atau kanker yang terkait AIDS. Perjalanan penyakit HIV dibagi dalam tahap-tahap berdasarkan keadaan klinis dan jumlah CD4. 1) Infeksi Retroviral Akut Frekuensi gejala infeksi retroviral akut sekitar 50-90%. Gambaran klinis menunjukkan demam, pembesaran kelenjar, hepatosplenomegali, nyeri tenggorok, mialgia, rash seperti morbili, ulkus pada mukokutan, diare, leukopenia, dan limfosit atipik. Sebagian pasien mengalami gangguan neurologi seperti meningitis aseptik, sindrom Guillain Barre, atau psikosis akut. Sindrom ini biasanya sembuh sendiri tanpa pengobatan. 2) Masa Asimtomatik Pada masa ini pasien tidak menunjukkan gejala, tetapi dapat terjadi limfadenopati umum. Penurunan jumlah CD4 terjadi bertahap, disebut juga masa jendela (window period). 3) Masa Gejala Dini Pada masa ini jumlah CD4 berkisar antara 100-300. Gejala yang timbul adalah akibat infeksi pneumonia bakterial, kandidosis vagina, sariawan, herpes zoster, leukoplakia, ITP, dan tuberkulosis paru. Masa ini dulu disebut AIDS Related Complex (ARC) 4) Masa Gejala Lanjut Pada masa ini jumlah CD4 di bawah 200. Penurunan daya tahan yang lanjut ini menyebabkan resiko tinggi terjadinya infeksi oportunistik berat atau keganasan. Seorang dewasa (>12 tahun) dianggap Aids menunjukkan tes HIV positif dengan strategi pemeriksaan yangb sesuai dengan sekurang-kurangnya didapatkan 2 gejala mayor yang berkaitan dengan gejala minor, dan gejala ini bukan disebabkan oleh keadaan lain yang tidak berkaitan dengan infeksi HIV. 1) Gejala Mayor a. Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan b. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan c. Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan d. Penurunan kesadaran dan gangguan neurologist e. Demensia / HIV Ensefalopati 2) Gejala Minor a. Batuk menetap lebih dari 1 bulan b. Dermatitis Generalisasi c. Adanya herpes zoester multi segmental dan herpes soester berulang d. Kandidiasis oropharingeal e. Herpes simpleks kronis progresif f. Limpadenopati generalisata g. Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita h. Rentinitis virus sitomegalo 1.5 Klasifikasi AIDS Terdapat beberapa klasifikasi HIV/AIDS. Adapun sistem klasifikasi yang biasa digunakan untuk dewasa dan remaja dengan infeksi HIV adalah menurut WHO dan CDC (Center For Diasease Control and Prevention) 1. Klasifikasi menurut CDC CDC mengklasifikasikan HIV/AIDS pada remaja (>13 tahun dan dewasa) berdasarkan dua sistem, yaitu dengan melihat jumlah supresi kekebalan tubuh yang dialami pasien serta stadium klinis. Jumlah supresi kekebaln tubuh ditunjukkan oleh limfosit CD4. Sistem ini didasarkan pada tiga kisaran CD4 dan tiga kategori klinis yaitu :  Kategori 1 : ≥ 500 sel/µI  Kategori 2 : ≥ 200-499 sel/µI  Kategori 3 : ≥ 200 sel/µI Klasifikasi tersebut di dasarkan pada jumlah limfosit CD4 yang terendah dari pasien. Klasifikasi CDC juga bisa digunakan untuk surveilans penyakit, yang dikategorikan kelas A3,B3,C1-3 dikategorikan AIDS. Sekali dilakukan klasifikasi maka pasien tidak akan dilakukan klasifikasi ulang, meskipun terjadi perbaikan status imunologi misalnya peningkatan nilai CD4 karena pengaruh terapi atau faktor lain. 2. Klasifikasi Menurut WHO WHO mengklasifikasikan HIV/AIDS menjadi klasifikasi laboratorium dan klinis a. Klasifikasi Laboratorium b. Klasifikasi infeksi HIV/AIDS berdasarkan gambaran klinis pada orang dewasa menurut WHO Stadium Klinis Skala Aktivitas I 1. Asimptomatik 2. Limfadenopati generalisata Asimptomatik , aktifitas normal II 1. Berat badan menurun < 10 % 2. Kelainan kulit dan mukosa yang ringan seperti , dermatitis seboroik, prurigo, onikomikosis ,ulkus oral yang rekuren ,kheilitis angularis 3. Herpes zoster dalam 5 tahun 4. terakhir 5. Infeksi saluran napas bagian atas seperti ,sinusitis bakterialis Simptomatik , aktifitas Normal III 1. Berat badan menurun < 10% 2. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan 3. Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan 4. Kandidiasis orofaringeal 5. Oral hairy leukoplakia 6. TB paru dalam tahun terakhir 7. Infeksi bacterial yang berat seperti pneumonia, piomiositis Pada umumnya lemah , aktivitas ditempat tidur kurang dari 50% IV 1. HIV wasting syndrome seperti yang didefinisikan oleh CDC 2. Pnemonia Pneumocystis carinii 3. Toksoplasmosis otak 4. Diare kriptosporidiosis lebih dari 1 bulan 5. Kriptokokosis ekstrapulmonal 6. Retinitis virus situmegalo 7. Herpes simpleks mukokutan >1 bulan 8. Leukoensefalopati multifocal progresif 9. Mikosis diseminata seperti histoplasmosis 10. Kandidiasis di esophagus ,trakea , bronkus , dan paru 11. Mikobakterisosis atipikal diseminata 12. Septisemia salmonelosis non tifoid 13. Tuberkulosis diluar paru 14. Limfoma 15. Sarkoma Kaposi 16. Ensefalopati HIV Pada umumnya sangat lemah , aktivitas ditempat tidur lebih dari 50% 2. Patofisiologi 3. Komplikasi 1. Oral Lesi Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral, nutrisi, dehidrasi, penurunan berat badan, keletihan dan cacat. 2. Neurologik a. Kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan isolasi sosial. b. Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia, ketidakseimbangan elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit kepala, malaise, demam, paralise, total / parsial. c. Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan maranik endokarditis. d. Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human Immunodeficienci Virus (HIV) 3. Gastrointestinal Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan sarcoma Kaposi Dengan efek, penurunan berat badan, anoreksia, demam, malabsorbsi, dan dehidrasi. 4. Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis. 5. Penyakit anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan siare. 6. Respirasi Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus, dan strongyloides dengan efek nafas pendek, batuk, nyeri, hipoksia, keletihan, gagal nafas. 7. Dermatologik Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies / tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri,gatal,rasa terbakar,infeksi skunder dan sepsis. 8. Sensorik Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan. Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan efek nyeri. 4. Pemeriksaan Diagnostik Test skrining : Tes untuk antibody spesifik terhadap virus Enzyme immunoassay (EIA) 1. Negative pada beberapa hari pertama serokonversi 2. Sensitivitas dan spesifitas > 99 % 3. Dapat mendeteksi anti HIV-2 atau anti-HIV grup O 4. Generasi keempat EIA juga mendeteksi p24 antigen Rapid Test Merupakan tes EIA atau aglutinasi latex yang dapat mengeluarkan hasil dalam 10 menit tetapi biasanya dikonfirmasi dengan tes standar. Dapat digunakan di klinik PMS, atau klinik Obgin dengan prevalensi populasi yang tinggi. Tes Saliva Sensitifitas dan spesifitas sama baiknya dengan tes serum Detuned Assay Sensitifitas yang rendah EIA dapat digunakan secara kombinasi dengan assay konvensional untuk menentukan apakah infeksi HIV baru saja didapat, untuk estimasi epidemologis dari insidens, dan untuk diagnosis terhadap infeksi yang baru saja terjadi Test Konfirmasi Western Blot atau immunoblot Protein HIV berkaitan dengan bagian nitroselulose tempat berikatan dengan antibody HIV Antibody terhadap 2 dari 3 yakni P24, gp41 dan gp 120/160 adalah diagnostic. Hasil yang tidak dapat ditentukan menunjukkan adanya serokonversi ELIZA ELIZA : (sensitivitas tinggi 98,1 – 100 %) hasil positif setelah 2 – 3 bulan, dan masih harus dikonfirmasikan dengan pemeriksaan western blot. Tes antibody serum: skrining HIV dengan ELISA. Hasil tes positif mungkin akan mengidentifikasi adanya HIV. Deteksi DNA atau RNA HIV Polymerase chain reaction atau branched DNA (bDNA) assay mendeteksi adanya dan kuantitas RNA HIV: viral load test. Digunakan jika untuk mengkonfirmasi infeksi ketika tes-tes skrining samara-samar, dan sebagai pemeriksaan pengganti. Batas deteksi lebih rendah biasanya 400 atau 50 kopi/ml, tetapi yang tersedia biasanya 5 kopi/ml. Deteksi antigen p24 melalui EIA berguna untuk diagnose infeksi primer HIV dan sebagai pemeriksaan pengganti terhadap progresi penyakit jika tidak tersedia pemeriksaan HIV RNA. Antigen HIV p24 Tes antibody HIV memiliki window period selama 3 bulan. Itu berarti bahwa serokonversi antibody dapat saja tidak terjadi sampai diatas 3 bulan setelah memperoleh virus. Sehingga tepat tindakan untuk menunda atau mengulang tes. 5. Penatalaksanaan Saat ini infeksi HIV belum dapat disembuhkan, sehingga tujuan pengobatan infeksi HIV berfokus pada menurunkan kadar viral dengan kemoterapi dan meningkatkan respon imun. Terapi psikis dan emosional yang terinfeksi HIV I harus dilakukan dibawah pengawasan bealth care providers, sebagai tambahan kerahasiaan pasien dengan HIV harus dijaga dengan baik perawatan pasien dengan HIV harus Holistik yang mencakup segi sosial, psikis dan fisik. 1) Penatalaksanaan Farmakologi Kombinasi obat yang direkomendasikan untuk lini pertama di Inggris adalah kombinasi dua NRTI dan satu NNRTI. Pilihan lain yang memuaskan terhadap banyak pasien adalah dua NRTI plus satu or dua protease inhibitor, atau tiga NRTI. Informasi terhadap pasien mengenai penyakit, obat yang diberikan dan efek samping harus disampaikan dengan cepat dan jelas. 1. Tabel obat NRTI (Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor) Nama Obat Keterangan Zidovudine NRTI pertama yang dilisensikan untuk mencengah transmisivertial dan profilaksis pasca pemaparan. Mempunyai penetrasi SSP yang bangus; bukti menunjukkan bermanfaat untuk demensia karena AIDS. Bermanfaat untuk trombositopenia akibat HIV. Efek samping berupa lelah, malaise dan mual (biasanya hilang setelah 4 minggu), anemia karena supresi terhadap sumsum tulang (3 bulan setelah memulai terapi, terutama tahap lanjut penyakit) dan meskipun jaringan dapat menyebabkan miopati. Pigmentasi di kuku dan kulit ekstremitas yang dapat terjadi pada orang kulit coklat atau hitam. Lamivudine Mutasi tunggal pada situs 184 menyebabkan resistensi, jadi harus merupakan bagian dari regimen supresif maksimal. Aktif terhadap hepatitis B, jadi berguna pada pasien dengan koinfeksi tetapi ada masa penghentiannya (dekompensasi hepatik). Sangat baik ditoleransi, memiliki waktu paruh pendek dan efek jangka panjang yang jarang. Stavudine Efek jangka pendek sedikit. Efek jangka panjang termasuk neuropati perifer. Banyak fakta yang menunjukkan bahwa stavudine yang lebih kuat menyebabkan perkembangan lipoatrofi dibandingkan NRTI yang lain. Efektif terhadap virus yang telah resisten terhadap AZT. Didanosine Poten sebagai kombinasi dengan AZT. Waktu paruh intraseluler yang lama. Efek samping gastrointestinal (contohnya diare) sehingga mengurangi ketaatan minum obat. Berbentuk tablet yang dapat dikunyah sehingga dapat digunakan sebagai dosis sekali sehari. Harus diminum 30 menit sebelum atau 2 jam setelah makan. Efek samping utama adalah pankreatitis, jadi jangan diberikan dengan orang dengan riwayat minum alcohol atau yang banyak meminum alkohol. Zalcitabine Efektif tetapi sekarang jarang digunakan. Neuropati perifer dan ulserasi oral adalah efek samping yang paling signifikan . Abacavir Mempunyai efek yang luar biasa terhadap viral load dibandingkan NRTI yang lain, tetapi dapat terjadi hipersensitivitas pada 9 % pasien, bermanifestasi sebagai demam, rash, gejala-gejala gastrointestinal atau respirasi. Dapat fatal jika obat diteruskan, atau bila dihentikan atau diberikan kembali. 2. Table obat NNRTI (Non-Nucleotide Reverse Trancriptase Inhibitor) Nama Obat Keterangan Nevirapine Dimulai dengan dosis 200 mg sekali sehari selama 2 minggu, lalu ditingkatkan ke dosis teraupetik bila tidak ada rash. Awasi LFT dua minggu. LFT yang tidak normal bukan alas an penghentian, tetapi 1-5 % pasien harus berhenti karena masalah biokimia tubuh atau hepatitis. Interaksi dengan PI (mengurangi kemampuan). Mengurangi derajat methadone. Efavirenz Beberapa penelitian cohort dapat menyebabkan dan mempertahankan suprsi virus lebih baik dibandingkan nevirapine. Tetapi uji klinis acak yang terkontrol hasilnya tidak mendukung pendapat ini. Waktu paruh lebih dari 40 jam, sehingga disebut sebagai pemaaf atau yang terlambat atau kehilangan dosis Efek samping neuropsikiatrik dapat parah tetapi biasanya membaik pada permulaan 2-4 minggu. Depresi gagasan bunuh diri ddan gejala kekaburan terhadap kepribadian kadang-kadang dilaporkan berbulan-bulan pada saat terapi. 3. Table Obat Protase Inhibitor (PI) Nama Obat Keterangan Ritonavir Diberikan dengan selang 2 jam dari Didanosine. Banyak insiden efek samping GI, khususnya diare. Kelainan lipid (terutama trigliserida). Paraetesia perifer dan sirkumoral Penghambat poten sitokrom p450; interaksi ganda obat. Dimulai dengan dosis rendah dan ditingkatkan apabila digunakan sendirian; 300 mg bd selama 2 hari, 400 mg bd selama 3 hari, 500 mg bd selama 7 hari, kemudian dosis penuh. Saquinavir HGC hanya dapat diberikan bersama RTV. Efek samping: diare, mual dan dapat terjadi nyeri abdomen. Indinavir Terjadi kristalisasi di saluran kemih. Menyebabkan terjadinya batu ginjal (nyeri pinggang, hemanturia) yang terjadi pada 4 % atau lebih jika dibooster dengan ritonavir. Membutuhkan intake cairan yang tinggi (>1,5 L per hari) dan waspada terhadap tanda-tanda dehidrasi apabila pasien berpergian, diare atau muntah. Efek samping: kulit kering, perubahan kuku dan rambut rontok Nelfinavir Telah digunakan sebagai lini pertama obat protease karena resistensi terhadap nelfinavir tidak menyebabkan resistensi terhadap protease inhibitor lainnya. Efek samping berupa diare pada 60 % pasien. Lopinavir/ritonavir Bukti menunjukkan efek antivirus yang lebih baik daripada PI tunggal (nelfinavir). Efek samping berupa gangguan lipid. Efektif terhadap virus yang sudah resisten terhadap PI lainnya. Amprenavir Beban berat diminum jika diberikan sendiri (8 kapsul dua kali sehari). Tidak disetujui sebagai lini pertama tetapi karena kurang efektif dibandingkan PI lainnya atau efavirenz. Efek samping; diare dan mual terutama pada permulaan terapi. Fos-amprenavir Obat pendahuluan dari amprenavir dengan beban minum lebih kecil. Atazanavir Memiliki efek samping lebih ringan terhadap serum lipid dibandingkan PI lainnya. Hiperbilirubinemia pada lebih dari 30 %, jarang terjadi jaundice. Resistensi obat tidak menyebabkan resistensi terhadap protease lainnya. 2) Penatalaksanaan Non Farmakologi Penanganan HIV secara komprehensif terdiri dari pemeriksaan fisik secara berkala, edukasi, konseling, sosial support, makanan yang bergizi, penanganan mencegah infeksi yang berat. Monitor hasil laboratorium, merujuk dan melaksanakan perawatan komprehensif. Pencegahan lebih lanjut HIV / AIDS A = Abstinence of Sex (Jauhi Seks Bebas) B = Be Faithful (Setia Pada Pasangan) C = use Condom (Menggunakan Kondom Saat Melakukan Seks) D = Don’t share a needle ( Jangan Berbagi Jarum Suntik) E = Education (Pendidikan Tentang Penyakit) BAB II KONSEP KEPERAWATAN 2.1 Pengkajian Pasien datang dengan keluhan mencret . Keluhan tersebut sudah dirasakan sejak 1 bulan yang lalu, selain itu pasien mengatakan sering berkeringat dingin pada malam hari dan kadang merasakan dem zam. Pasien mengatakan lemah, cepat lelah, bila melakukan aktivitas. Diare tak terkontrol tanpa merasakan sakit perut penyebab tidak diketahui, dengan faktor yang memperberat adalah bila bergerak dan usaha yang dilakukan adalah diam. Pasien tidak makan 4 hari. Pasien sebelumnya tidak pernah sakit serius kecuali batuk dan pilek. Sejak 1 bulan yang lalu klin mencret-mencret 3-5 kali sehari. Sejak 15 hari yang lalu mencretnya makin keras dan tak terkontrol . Pasien kemudian memeriksakan diri ke UGD RS dan selanjutnya di rawat di Ruang Tropik. Sejak 12 tahun, yang lalu pasien mengkonsumsi narkoba dengan cara suntik. Karena menggunakan obat terlarang akhirnya dikucilkan oleh saudara-saudaranya. Pasien memakai obat karena merasa terpukul akibat ditinggal menginggal ibunya. Pasien bekerja di satu kota sebagai Guide Freeland. Pasien juga punya riwayat melakukan Sex bebas dengan warga asing dan terakhir dengan warga Belanda. Kedua orang tua sudah meninggal, tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama atau PMS. Tidak ada penyakit bawaan dalam keluarga pasien. Pasien merasa diasingkan oleh keluarga dan teman-temannya, pasien tidak punya uang lagi, pasien merasa frustasi karena tidak punya teman dan merasa terisolasi. Pasien pernah mencoba melakukan percobaan bunuh diri dengan berusaha melompat dari lantai II. Dari hasil pemeriksaan didapatkan data : Keadaan Umum : lemah, - Nadi : 120 x/menit - RR : 22 x/menit - TD : 110/70 mmHg - suhu : 37,8 oC Pasien pucat, ADL pasien partial care, , mulut kotor, lemah, holitosis, lidah ada bercak-bercak keputihan, konjungtiva anemis. Turgor masih baik, membran mukosa kering, bising usus meningkat 20 x/menit, BAB encer. Pemeriksaan Penunjang : Hb : 8,7g/dl 2.2 Analisa Data NO. DATA MASALAH KEPERAWATAN 1. DS : 1. Pasien mengeluh mencret. 2. Pasien mengatakan sering berkeringat dingin pada malam hari dan kadang demam. 3. Pasien mengatakan diare tak terkontrol tanpa merasakan sakit perut Do: 1. KU : lemah o Nadi : 120 x/menit o RR : 22 x/menit o TD : 110/70 mmHg o suhu : 37,8. 2. Pasien tampak pucat, 3. konjungtiva anemis. 4. membran mukosa kering, 5. bising usus meningkat 20 x/menit. 6. BAB encer Tambahan data : Turgor kulit, elektrolit, input+output urine Kekurangan volume cairan 2. Ds : 1. pasien mengatakan tidak makan selama 4 hari Do : 1. konjungtiva anemis 2. bising usus meningkat 20 X/menit 3. Lidah ada bercak-bercak keputihan, 4. Hb : 8,7 gr/dl Tambahan data : Berat badan, albumin Gangguan nutrisi 3. Ds : 1. Pasien mengatakan lemah dan cepat lelah bila melakukan aktivitas. Do : 1. Hb 8,7g/dl 2. konjungtiva anemis 3. Pasien tampak pucat, 4. ADL pasien partial care Tambahan data : Tonus otot, Intoleran aktivitas 4. Ds : 1. Pasien mengatakan sering berkeringat dingin pada malam hari dan kadang demam. Do : 1. Mulut kotor 2. Holitosis, 3. Lidah ada bercak-bercak keputihan. 4. suhu : 37,8 oC 5. Hb : 8,7g/dl Tambahan data : Leukosit, CD4+, Infeksi (kandidiasis oral) 5. Ds ; 1. Pasien merasa diasingkan oleh keluarga dan teman-teman. 2. Pasien merasa frustasi karena tidak punya teman dan merasa terisolasi. 3. Pasien pernah mencoba melakukan percobaan bunuh diri dengan berusaha melompat dari lantai II. Do : 1. Tidak ada dukungan dari keluarga 2. Pasien hidup sendiri Harga diri rendah situasional Daftar Masalah Keperawatan : 1. Kekurangan volume cairan 2. Gangguan Nutrisi 3. Intoleran aktivitas 4. Infeksi (kandidiasis oral) 5. Harga diri rendah situasional 2.3 Diagnosa Keperawatan 1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan pengeluaran aktif 2. Gangguan nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengunyah 3. Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan 4. Infeksi (kandidiasis oral) berhubungan dengan imunodeficiency 5. Harga diri rendah situasional berhubungan dengan frustasi 2.4 Rencana Asuhan Keperawatan Nama Pasien : Nama Mahasiswa : Ruang : NPM : No. M R : No. Dx Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional 1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan pengeluaran aktif yang di tandai dengan : DS : 1. Pasien mengeluh mencret. 2. Pasien mengatakan sering berkeringat dingin pada malam hari dan kadang demam. 3. Pasien mengatakan diare tak terkontrol tanpa merasakan sakit perut Do: 1. KU : lemah o Nadi : 120 x/menit o RR : 22 x/menit o TD : 110/70 mmHg o suhu : 37,8.oC 2. Pasien tampak pucat, 3. konjungtiva anemis. 4. membran mukosa kering, 5. bising usus meningkat 20 X/menit. 6. BAB encer Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, kekurangan volume cairan pasien teratasi dengan kriteria hasil: 1. Pasien tidak mengeluh mencret. 2. Pasien tdiak berkeringat dingin pada malam hari dan kadang demam. 3. KU : Baik - Nadi : 60-100 x/menit - RR : 16-24 x/menit - TD : 110/70 mmHg - suhu : 36.5-37.5 oC 4. Pasien tidak pucat (pallor) 5. konjungtiva tidak anemis. 6. membran mukosa tidak kering 7. bising usus dalam rentang normal 12-16 x/menit. 8. BAB tidak encer 1. Pantau dan catat tanda-tanda vital setiap 2 jam. 1. Takikardi, dyspnea atau hipotensi dapat mengindikasikan kekurangan volume cairan atau ketidakseimbangan elektrolit 2. Ukur asupan dan haluaran setiap 1 sampai 4 jam. Catat dan laporkan perubahan yang signifikan termasuk urine, feses, muntahan, 2. Haluaran urine yang rendah dan berat jenis urine yang tinggi mengindikasikan hipovolemi 3. Auskultasi bunyi/bising usus 3. Peningkatan bising usus yang menunjukkan peningkatan motilitas usus 4. Kaji membran mukosa, konjungtiva serta warna kulit pasien 4. Membrane mukosa kering, konjungtiva anemis serta warna kulit pallor (kepucatan) menandakan deficit volume cairan 5. Selimuti pasien hanya dengan kain tipis. 5. Menghindari vasodilatasi, terkumpulnya darah di ekstremitas dan berkurangnya volume darah sirkulasi 6. Berikan cairan atau elektrolit melalui IV 6. Diperlukan untuk mendukung memperbesar volume sirkulasi , terutama jika asupan oral tak adekuat. 7. Instruksikan pasien untuk tidak duduk atau berdiri jika sirkulasi terganggu 7. Untuk menghindari hipotensi ortostatik dan kemungkinan syncope. 8. Berikan obat sesuai indikasi , Misalnya Difenoxilat 8. Menurunkan jumlah dan keenceran feses; mungkin kejang usus dan peristaltic 2. Gangguan nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengunyah (mastikasi) Ditandai dengan : Ds : 1. pasien mengatakan tidak makan selama 4 hari Do : 1. konjungtiva anemis 2. bising usus meningkat 20 X/menit 3. Lidah ada bercak-bercak keputihan, 4. Hb : 8,7 gr/dl Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam Gangguan nutrisi pasien teratasi, dengan kriteria hasil: 1. Pasien dapat makan 3x sehari 2. konjungtiva tidak anemis 3. bising usus meningkat normal ( 12-16 x/menit) 4. Tidak ada bercak-bercak keputihan pada lidah 5. Hb : 12-16 gr/dl 1. kaji riwayat dan status nutrisi, termasuk makanan yang disukai. 1. Mengidentifikasi defisiensi, menduga kemungkinan intervensi. 2. Inspeksi rongga mulut pasien setiap penggantian tugas jaga. Jelaskan dan dokumentasikan kondisi laporkan perubahan status. 2. Pengkajian yang teratur, dapat mengetahui progress pasien 3. Auskultaasi bising usus, catat adanya penurunan/hilangnya atau suara yang hiperaktif 3. Bising usus membantu dalam menentukan respon untuk makan atau berkembangnya komplikasi, seperti paralitik ileus. 4. Observasi Hb pasien setiap hari 4. Penurunan Hb mengindikasikan kurangnya O2 dalam darah yang membantu dalam proses metabolism makanan 5. Berikan makanan lembut yang mudah dicerna dalam jumlah sedikitdalam waktu yang sering dengan teratur 5. Mencegah kelelahan berlebihan saat mengunyah,meningkatkan proses pencenaan dan menurunkan resiko distress gaster 6. Berikan dan bantu hygiene mulut yang baik; sebelum dan sesudah makan, gunakan sikat gigi halus untuk penyikatan yang lembut. Berika pencuci mulut yang diencerkan bila mukosa oral luka 6. Meningkatkan nafsu makan dan pemasukan oral, menurnkan pertumbuhan bakteri, meminimalkan kemungkinan infeksi 7. Dorong/berikan pemasukan cairan sedikitnya 2500 ml/hari. 7. Mencegah dehidrasi yang dapat meningkatkan kehilangan cairan tak tampak (contoh ventilator/intubasi) dan menurunkan resiko konstipasi. 8. Anjurkan pasien untuk tidak memakan makanan yang panas, dingin, pedas, yang digoreng dan asam 8. Mengurangi iritasi lidah lebih lanjut 9. Lakukan kolaborasi dengan tim ahli gizi 9. Untuk menentukan diet yang tepat 3. Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan Ds : 1. Pasien mengatakan lemah dan cepat lelah bila melakukan aktivitas. Do : 1. Hb 8,7g/dl 2. konjungtiva anemis 3. Pasien tampak pucat, 4. ADL pasien partial care Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, pasien bertoleransi terhadap aktivitas dengan kriteria hasil: 2. Pasien merasa tidak lemah dan cepat lelah bila melakukan aktivitas. 3. Hb 12 – 16 g/dl 4. konjungtiva tidak anemis 5. Pasien tidak tampak pucat, 6. ADL pasien self care 1. Kaji respon pasien terhadap aktivitas. Catat laporan peningkatan kelemahan/kelelahan. 1. Menetapkan kemampuan/kebutuhan pasien dan memudahkanpilihan intervensi 2. Observasi Hb dan konjungtiva pasien 2. Hb menurun dapat mengindikasikan metabolisme tubuh menurun sehingga tubuh akan lemah, Hb menurun juga mempengaruhi konjugtiva pasien menjadi anemis 3. Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan/atau tidur. 3. Pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur di kursi, atau menunduk kedepan meja atau bantal. 4. Bantu memenuhi kebutuhan perawatan pribadi, pertahankan tempat tidur dalam posisi rendah dan tempat lalu lalang bebas dari pengobatan, bantu dengan ambulasi. 4. Rasa lemas dapat membuat AKS hamper tidak mungkin bagi pasien untuk menyelesaikan. 5. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat 5. Tirah baring dipertahankan untuk menurunkan kebutuhan metabolik, menghemat energy untuk penyembuhan. 6. Dorong pasien untuk melakukan apapun yang mungkin, misalnya perawatan diri, duduk di kursi, berjalan, pergi makan siang. Meningkatkan tingkat aktivitas sesuai petunjuk. 6. Melindungi pasien dari cedera selama melakukan aktivitas.. 7. Kolaborasi : rujuk pada terapi fisik/okupasi. 7. Memungkinkan penghematan energy, peningkatan stamina, dan mengizinkan pasien untuk lebih aktif tanpa menyebabkan kepenatan dan rasa frustasi 4. Infeksi (kandidiasis oral) berhubungan dengan imunodefisiensi. Ditandai dengan : Ds : 1. Pasien mengatakan sering berkeringat dingin pada malam hari dan kadang demam. Do : 1. Mulut kotor 2. Holitosis, 3. Lidah ada bercak-bercak keputihan (Kandidiasis Oral) 4. suhu : 37,8 oC Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, infeksi (kandidiasis oral) pasien teratasi Dengan criteria hasil : 1. Pasien tidak berkeringat dingin pada malam hari dan kadang demam. 2. Mulut tidak kotor 3. Tidak holitosis 4. Lidah tampak tidak ada bercak keputihan 5. suhu : 36.5-37.5 oC 1. Pantau suhu minimal setiap 4 jam dan catat pada kertas grafik. 1. Memberikan informasi data dasar , awitan/peningkatan suhu secara berulang-ulang dari demam terjadi untuk menunjukkan bahwa tubuh bereaksi pada proses infeksi. 2. Periksa lidah, perhatikan tanda tanda inflamasi/ infeksi local 2. Identifikasi /perawatan awal dari infeksi sekunder dapat mencegah terjadinya sepsis 3. Lakukan hygiene mulut pasien setiap 4 jam 3. Untuk menecegah kolonisasi bakteri dan menurunkan resiko infeksi yang diturunkan 4. Berikan lingkungan yang bersih dan berventilasi baik. 4. Mengurangi patogen pada sistem imun dan mengurangi kemungkinan pasien memgalami infeksi nosocomial 5. Gunakan sarung tangan , skort selama kontak langsung dengan sekresi. Gunakan masker dan kacamata pelindung 5. untuk melindungi hidung , mulut dan mata dari sekresi selama tindakan. Dan Minimalkan pemajanan pada infeksi dan penularan infeksi HIV 6. Beriakan antibiotik atau agen antimikroba, misal : trimetroprim (bactrim atau septra), nistasin, pentamidin atau retrovir. 6. Menghambat proses infeksi. Beberapa obat-obatan ditargetkan untuk organisme tertentu, obat-obatan lainya ditargetkan untuk meningkatkan fungsi imun 5. Harga diri rendah situasional berhubungan dengan frustasi. Ds ; 1. Pasien merasa diasingkan oleh keluarga dan teman-teman. 2. Pasien merasa frustasi karena tidak punya teman dan merasa terisolasi. 3. Pasien pernah mencoba melakukan percobaan bunuh diri dengan berusaha melompat dari lantai II. Do : 1. Tidak ada dukungan dari keluarga 2. Pasien hidup sendiri Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, harga diri rendah pasien teratasi, dengan kriteria hasil: 1. Pasien merasa tidak diasingkan oleh keluarga dan teman-teman. 2. Pasien tidak merasa frustasi karena tidak punya teman dan merasa terisolasi. 3. Pasien mendapat dukungan dari keluarga. 1. Kaji status mental pasien melalui wawancara dan observasi minimal sekali sehari 1. Untuk meninjau dan mengetahui perkembangan atau progress psikologi dari pasien. 2. Libatkan pasien dalam proses pengambilan keputusan 2. Ungkapan harga diri rendah meliputi ambivalensia dan penundaan 3. Berikan umpan balik positif kepada pasien, ketika pasien menunjukka penialai diri yang positf melalui ungkapan verbal dan perilakunya 3. Agar pasien merasa diterima dan mampu melakukkan coping secara efektif dalam situasi yang pernah stress 4. Dorong pasien untuk menggungkapkan perasaan tentang dirinya 4. Eksplorasi diri mendorong pasien untuk mempertimbangkan perubahan di masa yang akan datang 5. Rujuk pasien ke psikologi , psikiater atau pekerja social. 6. Untuk memulihkan kesehatan emosi, mungkin perlu bantuan dari ahli kesehatan jiwa. 2.5 Referensi Brunner & Suddarth. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol. 2, EGC, Jakarta, 2001 Charisma,Ima.2012 Asuhan Keperawatan HIV/AIDS. http://imacharisma.blogspot.com/2012/02/akep-hivaids.html. Diakses pada tanggal 21 februari 2013 Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. EGC. Jakarta. Cynthia & Sheila Sparks Ralph.2010 Diagnosis keperawatan dengan rencana asuhan (nursing diagnosis cards) edisi 10. Penerbit buku kedokteran, EGC. Jakarta. Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Ed.3.EGC. Jakarta. Mansjoer, Arif, dkk. 2000.Kapita Selekta Kedokteran Ed. 3 Jilid 1. Media Aesculapius. Jakarta. Nazran.2009.AIDS.http://nazran.wordpress.com/2009/04/24/aids. Diakses pada tanggal 21 februari 2013 Nursalam,M nurse. Asuhan Keperawatan pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS. Penerbit salemba.Jakarta Padila. 2012. Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika. Wahyu,kadek.2012. Asuhan Keperawatan HIV/AIDS. http://sixxmee.blogspot.com/2012/10/askep-hiv-aids_16.html. Diakses pada tanggal 21 februari 2013.

comentar via Facebook