Minggu, 30 Desember 2012


BAB I
PENDAHULUAN

1.1     Latar Belakang
Kejadian Luar Biasa (KLB) masih sering terjadi di Indonesia. Kejadian Luar biasa adalah salah satu status yang diterapkan di Indonesia untuk mengklasifikasikan peristiwa merebaknya suatu wabah penyakit. KLB ini mempunyai makna sosial dan politik tersendiri oleh karena peristiwanya yang demikian mendadak, mengenai banyak orang dan dapat menimbulkan banyak kematian.
Status KLB diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 949/MENKES/SK/VII/ 2004. Kejadian Luar Biasa dijelaskan sebagai timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu. Kriteria tentang Kejadian Luar Biasa mengacu pada Keputusan Dirjen No. 451/91, tentang Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa. Menurut aturan itu, suatu kejadian dinyatakan luar biasa jika ada unsur – unsur :
a.        Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal
b.       Peningkatan kejadian penyakit atau kematian terus-menerus selama 3 kurun waktu berturut-turut menurut jenis penyakitnya (jam, hari, minggu).
c.        Peningkatan kejadian penyakit atau kematian 2 kali lipat atau lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya (jam, hari, minggu, bulan, tahun).
d.       Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan 2 kali lipat atau lebih bila dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dalam tahun sebelumnya.
Perawat adalah salah satu profesi di bidang kesehatan, sesuai dengan makna dari profesi maka seseorang yang telah mengikuti pendidikan profesi keperawatan seharusnya mempunyai kemampuan untuk memberikan pelayanan yang etikal dan sesuai standar profesi serta sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya baik melalui pendidikan formal maupun informal, serta mempunyai komitmen yang tinggi terhadap pekerjaan yang dilakukannya. Berdasarkan standar Departemen Kesehatan (1998) peran perawat antara lain sebagai berikut:
a.       Pendidik Keperawatan
b.      Pengelola Keperawatan
c.       Peneliti Keperawatan
d.      Pelaksana Pelayanan Keperawatan


1.2     Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah kriteria kerja kejadian luar biasa (KLB) ?
2.      Bagaimanakah langkah-langkah jika terjadi wabah ?
3.      Bagaimanakah cara penanggulangan KLB ?
4.      Bagaimanakah peran perawat dalam masalah KLB ?
1.3     Tujuan
1.      Menjelaskan kriteria kejadian luar biasa (KLB).
2.      Menjelaskan langkah-langkah jika terjadi wabah.
3.      Menjelaskan cara penanggulangan KLB.
4.      Menjelaskan peran perawat dalam masalah KLB.
























BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Kriteria Kerja Kejadian Luar Biasa (KLB).
KLB meliputi hal yang sangat luas seperti sampaikan pada bagian sebelumnya, maka untuk mempermudah penetapan diagnosis KLB, pemerintah Indonesia melalui Keputusan Dirjen PPM&PLP No. 451-I/PD.03.04/1999 tentang Pedoman Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan KLB telah menetapkan kriteria kerja KLB yaitu :
1.      Timbulnya suatu penyakit/menular yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal
2.      Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus menerus selama 3 kurun waktu berturut-turut menurut jenis penyakitnya.
3.      Peningkatan kejadian/kematian > 2 kali dibandingkan dengan periode sebelumnya
4.      Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan >2 kali bila dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan tahun sebelumnya
5.      Angka rata-rata perbulan selama satu tahun menunjukkan kenaikkan > 2 kali dibandingkan angka rata-rata per bulan tahun sebelumnya.
6.      CFR suatu penyakit dalam satu kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikkan 50 % atau lebih dibanding CFR periode sebelumnya.
7.      Proporsional Rate penderita baru dari suatu periode tertentu menunjukkan kenaikkan > 2 kali dibandingkan periode yang sama dan kurun waktu/tahun sebelumnya.
2.2  Langkah-langkah Jika Terjadi Wabah
Langkah-Langkah Investigasi Wabah :
1)   Konfirmasi / menegakkan diagnosa
· Definisi kasus
· Klasifikasi kasus dan tanda klinik
· Pemeriksaan laboratorium
2)   Menentukan apakah peristiwa itu suatu letusan/wabah atau bukan
· Bandingkan informasi yang didapat dengan definisi yang sudah ditentukan tentang KLB
· Bandingkan dengan incidende penyakit itu pada minggu/bulan/tahun sebelumnya
3)   Hubungan adanya letusan/wabah dengan faktor-faktor waktu, tempat dan orang
· Kapan mulai sakit (waktu)
· Dimana mereka mendapat infeksi (tempat)
· Siapa yang terkena : (Gender, Umur, imunisasi, dll)
4)   Rumuskan suatu hipotesa sementara
· Hipotesa kemungkinan : penyebab, sumber infeksi, distribusi penderita (pattern of disease).
· Hipotesa : untuk mengarahkan penyelidikan lebih lanjut
5)   Rencana penyelidikan epidemiologi yang lebih detail Untuk menguji hipotesis :
· Tentukan : data yang masih diperlukan sumber informasi
· Kembangkan dan buatkan check list.
· Lakukan survey dengan sampel yang cukup
6)   Laksanakan penyelidikan yang sudah direncanakan
· Lakukan wawancara dengan :
a.    Penderita-penderita yang sudah diketahui (kasus)
b.    Orang yang mempunyai pengalaman yang sama baik mengenai waktu/tempat terjadinya penyakit, tetapi mereka tidak sakit (control)
· Data kependudukan dan lingkungannya
· Selidiki sumber yang mungkin menjadi penyebab atau merupakan faktor yang ikut berperan
· Ambil specimen dan sampel pemeriksa di laboratorium
7)   Buatlah analisa dan interpretasi data
· Buatlah ringkasan hasil penyelidikan lapangan
· Tabulasi, analisis, dan interpretasi data/informasi
· Buatlah kurva epidemik, menghitung rate, buatlah tabel dan grafik-grafik yang diperlukan
· Terapkan test statistik
· Interpretasi data secara keseluruhan
8)   Test hipotesa dan rumuskan kesimpulan
· Lakukan uji hipotesis
· Hipotesis yang diterima, dpt menerangkan pola penyakit :
a.       Sesuai dengan sifat penyebab penyakit
b.      Sumber infeksi
c.       Cara penularan
d.      Faktor lain yang berperan
9)   Lakukan tindakan penanggulangan
· Tentukan cara penanggulangan yang paling efektif.
· Lakukan surveilence terhadap penyakit dan faktor lain yang berhubungan.
· Tentukan cara pencegahan dimasa akan datang
10)    Buatlah laporan lengkap tentang penyelidikan epidemiologi tersebut.
· Pendahuluan
· Latar Belakang
· Uraian tentang penelitian yang dilakukan
· Hasil penelitian
· Analisis data dan kesimpulan
· Tindakan penanggulangan
· Dampak-dampak penting
· Saran rekomendasi

Langkah pencegahan kasus dan pengendalian wabah dapat dimulai sedini mungkin setelah tersedia informasi yang memadai. Bila investigasi atau penyelidikan wabah telah memberikan fakta yang jelas mendukung hipotesis tentang penyebab terjadinya wabah, sumber agen infeksi, dan cara transmisi yang menyebabkan wabah, maka upaya pengendalian dapat segera dimulai tanpa perlu menunggu pengujian hipotesis. Tetapi jika pada investigasi wabah belum memberikan fakta yang jelas maka dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :
1.    Mengidentifikasi Wabah
Wabah merupakan peningkatan kejadian kasus penyakit yang lebih banyak daripada keadaan normal di suatu area tertentu atau pada suatu kelompok tertentu, selama suatu periode waktu tertentu. Informasi tentang terjadinya wabah biasanya datang dari sumber-sumber masyarakat, yaitu laporan pasien, keluarga pasien, kader kesehatan, atau warga masyarakat. Tetapi informasi tentang terjadinya wabah bisa juga berasal dari petugas kesehatan, laporan kematian, laporan hasil pemeriksaan laboratorium, atau media lokal (suratkabar dan televisi). Pada dasarnya wabah merupakan penyimpangan dari keadaan normal karena itu wabah ditentukan dengan cara membandingkan jumlah kasus sekarang dengan rata-rata jumlah kasus dan variasinya di masa lalu (minggu, bulan, tahun).
Kenaikan jumlah kasus belum tentu mengisyaratkan terjadinya wabah. Terdapat sejumlah faktor yang bisa menyebabkan jumlah kasus “tampak” meningkat: (1) Variasi musim (misalnya, diare meningkat pada musim kemarau ketika air bersih langka) (2) Perubahan dalam pelaporan kasus; (3) Kesalahan diagnosis (misalnya, kesalahan hasil pemeriksaan laboratorium); (4) Peningkatan kesadaran petugas kesehatan (meningkatkan intensitas pelaporan); (5) Media yang memberikan informasi bias dari sumber yang tidak benar.
Terjadinya wabah dan teridentifikasinya sumber dan penyebab wabah perlu ditanggapi dengan tepat. Jika terjadi kenaikan signifikan jumlah kasus sehingga disebut wabah, maka pihak dinas kesehatan yang berwewenang harus membuat keputusan apakah akan melakukan investigasi wabah. Sejumlah faktor mempengaruhi dilakukan atau tidaknya investigasi wabah: (1) Keparahan penyakit; (2) Potensi untuk menyebar; (3) Perhatian dan tekanan dari masyarakat; (4) Ketersediaan sumber daya. Beberapa penyakit menimbulkan manifestasi klinis ringan dan akan berhenti dengan sendirinya (self-limiting diseases), misalnya flu biasa. Implikasinya, tidak perlu dilakukan investigasi wabah maupun tindakan spesifik terhadap wabah, kecuali kewaspadaan. Tetapi wabah lainnya akan terus berlangsung jika tidak ditanggapi dengan langkah pengendalian yang tepat. Sejumlah penyakit lain menunjukkan virulensi tinggi, mengakibatkan manifestasi klinis berat dan fatal, misalnya flu burung. Implikasinya, sistem kesehatan perlu melakukan investigasi wabah dan mengambil langkah-langkah segera dan tepat untuk mencegah penyebaran lebih lanjut penyakit itu.
1.            Melakukan Investigasi Wabah
Pada Investigasi wabah dilakukan dua investigasi, yaitu investigasi kasus dan investigasi penyebab. Pada investigasi kasus, peneliti melakukan verifikasi apakah kasus-kasus yang dilaporkan telah didiagnosis dengan benar (valid). Peneliti wabah mendefinisikan kasus dengan menggunakan seperangkat kriteria sebagai berikut: (1) Kriteria klinis (gejala, tanda, onset); (2) Kriteria epidemiologis karakteristik orang yang terkena, tempat dan waktu terjadinya wabah); (3) Kriteria laboratorium (hasil kultur dan waktu pemeriksaan)
Dengan menggunakan definisi kasus, maka individu yang diduga mengalami penyakit akan dimasukkan dalam salah satu klasifikasi kasus. Berdasarkan tingkat ketidakpastian diagnosis, kasus dapat diklasifikasikan menjadi: (1) kasus suspek (suspected case, syndromic case), (2) kasus mungkin (probable case, presumptive case), dan (3) kasus pasti (confirmed case, definite case). Klasifikasi kasus (yang berbeda tingkat kepastiannya tersebut) memungkinkan dilakukannya upaya untuk meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas pelaporan. Kasus suspek bersifat sensitive tetapi kurang spesifik, dengan tujuan mengurangi negatif palsu. Kasus mungkin dan kasus pasti bersifat lebih sensitif dan lebih spesifik daripada kasus suspek, dengan tujuan mengurangi positif palsu.
Investigasi selanjutnya adalah investigasi penyebab terjadinya wabah.  Pada investigasi penyebab terjadinya wabah dapat dilakukan dengan wawancara  dan epidemiologi deskriptif. Pada wawancara intinya, tujuan wawancara dengan kasus dan nara sumber terkait kasus adalah untuk menemukan penyebab terjadinya wabah. Dengan menggunakan kuesioner dan formulir baku, peneliti mengunjungi pasien (kasus), dokter, laboratorium, melakukan wawancara dan dokumentasi untuk memperoleh informasi berikut: (1) Identitas diri (nama, alamat, nomer telepon jika ada); (2) Demografis (umur, seks, ras, pekerjaan); (3) Kemungkinan sumber, paparan, dan kausa; (4) Faktor-faktor risiko; (5) Gejala klinis (verifikasi berdasarkan definisi kasus, catat tanggal onset gejala untuk membuat kurva epidemi, catat komplikasi dan kematian akibat penyakit); (6) Pelapor (berguna untuk mencari informasi tambahan dan laporan balik hasil investigasi). Pemeriksaan klinis ulang perlu dilakukan terhadap kasus yang meragukan atau tidak didiagnosis dengan benar (misalnya, karena kesalahan pemeriksaan laboratorium).
Tujuan epidemiologi deskriptif adalah mendeskripsikan frekuensi dan pola penyakit pada populasi menurut karakteristik orang, tempat, dan waktu. Dengan menghitung jumlah kasus, menganalisis waktu, incidence rate, dan risiko, peneliti wabah mendeskripsikan distribusi kasus menurut orang, tempat, dan waktu, menggambar kurva epidemi, mendeskripsikan kecenderungan (trends) kasus sepanjang waktu, luasnya daerah wabah, dan populasi yang terkena wabah. Dengan epidemiologi deskriptif peneliti wabah bisa mendapatkan hipotesa penyebab dan sumber wabah.
2.            Melaksanakan penanganan wabah
Bila investigasi kasus dan penyebab telah memberikan fakta tentang penyebab, sumber, dan cara transmisi, maka langkah pengendalian hendaknya segera dilakukan, tidak perlu melakukan studi analitik yang lebih formal. Prinsipnya, makin cepat respons pengendalian, makin besar peluang keberhasilan pengendalian. Makin lambat repons pengendalian, makin sulit upaya pengendalian, makin kecil peluang keberhasilan pengendalian, makin sedikit kasus baru yang bisa dicegah. Prinsip intervensi untuk menghentikan wabah sebagai berikut: (1) Mengeliminasi sumber patogen; (2) Memblokade proses transmisi; (3) Mengeliminasi erentanan.
Eliminasi sumber patogen mencakup: (1) Eliminasi atau inaktivasi patogen; (2) Pengendalian dan pengurangan sumber infeksi (source reduction); (3) Pengurangan kontak antara penjamu rentan dan orang atau binatang terinfeksi (karantina kontak, isolasi kasus, dan sebagainya); (4) Perubahan perilaku penjamu dan/ atau sumber (higiene perorangan, memasak daging dengan benar, dan sebagainya); (5) Pengobatan kasus.
Blokade proses transmisi mencakup: (1) Penggunaan peralatan pelindung perseorangan (masker, kacamata, jas, sarung tangan, respirator); (2) Disinfeksi/ sinar ultraviolet; (3) Pertukaran udara/ dilusi; (4) Penggunaan filter efektif untuk menyaring partikulat udara; (5) Pengendalian vektor (penyemprotan insektisida nyamuk Anopheles, pengasapan nyamuk Aedes aegypti, penggunaan kelambu berinsektisida, larvasida, dan sebagainya).
Eliminasi kerentanan penjamu (host susceptibility) mencakup: (1) Vaksinasi; (2) Pengobatan (profilaksis, presumtif); (3) Isolasi orang-orang atau komunitas tak terpapar (“reverse isolation”); (4) Penjagaan jarak sosial (meliburkan sekolah, membatasi kumpulan massa).
3.            Menetapkan Berakhirnya Wabah
Pada tahap ini, langkah yang dilakukan sama dengan langkah pada mengidentifikasi wabah. Pada tahap ini, dilakukan dengan mencari informasi tentang terjadinya wabah biasanya datang dari sumber-sumber masyarakat, yaitu laporan pasien, keluarga pasien, kader kesehatan, atau warga masyarakat. Informasi juga bisa berasal dari petugas kesehatan, laporan kematian, laporan hasil pemeriksaan laboratorium, atau media lokal (suratkabar dan televisi). Hal ini untuk menganalisis apakah program penanganan wabah dapat menurunkan kasus yang terjadi.
4.            Pelaporan Wabah
Peneliti wabah memberikan laporan tertulis dengan format yang lazim, terdiri dari: (1) introduksi, (2) latar belakang, (3) metode, (4) hasil-hasil, (5) pembahasan, (6) kesimpulan, dan (7) rekomendasi. Laporan tersebut mencakup langkah pencegahan dan pengendalian, catatan kinerja sistem kesehatan, dokumen untuk tujuan hukum, dokumen berisi rujukan yang berguna jika terjadi situasi serupa di masa mendatang.
Selain itu pada pelaopran wabah terdapat  tahap akhir dari investigasi wabah yaitu evaluasi program. Peneliti wabah perlu melakukan evaluasi kritis untuk mengidentifikasi berbagai kelemahan program maupun defisiensi infrastruktur dalam sistem kesehatan. Evaluasi tersebut memungkinkan dilakukannya perubahan-perubahan yang lebih mendasar untuk memperkuat upaya program, sistem kesehatan, termasuk surveilans itu sendiri.
2.3  Cara Penanggulangan KLB
Upaya penanggulangan ini meliputi pencegahan penyebaran KLB, termasuk pengawasan usaha pencegahan tersebut dan pemberantasan penyakitnya. Upaya penanggulangan KLB yang direncanakan dengan cermat dan dilaksanakan oleh semua pihak yang terkait secara terkoordinasi dapat menghentikan atau membatasi penyebarluasan KLB sehingga tidak berkembang menjadi suatu wabah (Depkes, 2000).
Penanggulangan KLB dikenal dengan nama Sistem Kewaspadaan Dini (SKD-KLB), yang dapat diartikan sebagai suatu upaya pencegahan dan penanggulangan KLB secara dini dengan melakukan kegiatan untuk mengantisipasi KLB. Kegiatan yang dilakukan berupa pengamatan yang sistematis dan terus-menerus yang mendukung sikap tanggap/waspada yang cepat dan tepat terhadap adanya suatu perubahan status kesehatan masyarakat. Kegiatan yang dilakukan adalah pengumpulan data kasus baru dari penyakit-penyakit yang berpotensi terjadi KLB secara mingguan sebagai upaya SKD-KLB. Data-data yang telah terkumpul dilakukan pengolahan dan analisis data untuk penyusunan rumusan kegiatan perbaikan oleh tim epidemiologi (Dinkes Kota Surabaya, 2002).
Berdasarkan Undang-undang No. 4 tahun 1984 tentang wabah penyakit menular serta Peraturan Menteri Kesehatan No. 560 tahun 1989, maka penyakit DBD harus dilaporkan segera dalam waktu kurang dari 24 jam. Undang-undang No. 4 tahun 1984 juga menyebutkan bahwa wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat, yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka. Dalam rangka mengantisipasi wabah secara dini, dikembangkan istilah kejadian luar biasa (KLB) sebagai pemantauan lebih dini terhadap kejadian wabah. Tetapi kelemahan dari sistem ini adalah penentuan penyakit didasarkan atas hasil pemeriksaan klinik laboratorium sehingga seringkali KLB terlambat diantisipasi (Sidemen A., 2003).
Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem surveilans dengan menggunakan teknologi informasi (computerize) yang disebut dengan Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS). EWORS adalah suatu sistem jaringan informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS secara cepat (Badan Litbangkes, Depkes RI). Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat, sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin. Dalam masalah DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi jumlah, gejala/karakteristik penyakit, tempat/lokasi, dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit DATI II di Indonesia (Sidemen A., 2003
2.4  Peran Perawat dalam Masalah KLB
      Peran perawat dalam mengatasi masalah kejadian luar biasa.
Terdapat 2 peran perawat dalam mengatasi masalah kejadian luar biasa yaitu, peran perawat di puskesmas dan peran perawat di rumah sakit.
1.       Peran perawat di puskesmas
            Peran perawat di Puskesmas dlm penaggulangan KLB Pemberi pelayanan kesehatan : memberikan yan kes kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat berupa asuhan keperawatan kes masy utk menangani wabah. Penemu kasus : berperan dlm mendeteksi dan menemukan kasus sec aktif dan pasif, serta melakukan penelusuran terjadinya penyakit maupun wabah KLB. Pendidik/ penyuluh kes: mengkaji kebutuhan pesien dg melakukan penyelidikan epidemiologi thd gejala yg dicurigai, didukung dg pems. Pengelola: melakukan koordinasi dlm sistem kewaspadaan dini dlm pelaksanaan penanggulangan KLB difokuskan pada 3 keg utama penyelidikan KLB, kolaborasi dg dokter dlm upaya pengobatan/ perawatan, pencegahan serta penegakan sistem survailance ketat selama periode KLB Konselor: Memberi pelayanan/ informasi utk menolong memecahkan masalah spesifik ttg pencegahan KLB, perawatan lingk, perawatan klg dan pemanfaatan sarana kesehatan.
2.       Peran perawat di rumah sakit
Peran perawat di RS dlm penaggulangan KLB Pelaksana: memberikan askep kpd individu dan klg. Pendidik: sbg instruktur pelatihan penanggulangan KLB, baik tenaga keperawatan di rawat inap dan atau rawat jalan Pengelola: mengkoordinasikan aktivitas yan kep sec komprehensif serta melakukan koordinasi lintas sektoral & lintas program Konselor: memberikan bimbingan konseling bagi pasien & klg thd masalah-masalah yg dihadapi.




Komentar Facebook
0 Komentar Blogger

0 komentar:

Posting Komentar

comentar via Facebook