BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Kejadian
Luar Biasa (KLB) masih sering terjadi di Indonesia. Kejadian Luar biasa adalah
salah satu status yang diterapkan di Indonesia untuk mengklasifikasikan
peristiwa merebaknya suatu wabah penyakit. KLB ini mempunyai makna sosial dan
politik tersendiri oleh karena peristiwanya yang demikian mendadak, mengenai
banyak orang dan dapat menimbulkan banyak kematian.
Status KLB diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
949/MENKES/SK/VII/ 2004. Kejadian Luar Biasa dijelaskan sebagai timbulnya atau
meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian yang bermakna secara
epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu. Kriteria tentang
Kejadian Luar Biasa mengacu pada Keputusan Dirjen No. 451/91, tentang Pedoman
Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa. Menurut aturan itu, suatu
kejadian dinyatakan luar biasa jika ada unsur – unsur :
a.
Timbulnya
suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal
b.
Peningkatan
kejadian penyakit atau kematian terus-menerus selama 3 kurun waktu
berturut-turut menurut jenis penyakitnya (jam, hari, minggu).
c.
Peningkatan
kejadian penyakit atau kematian 2 kali lipat atau lebih dibandingkan dengan
periode sebelumnya (jam, hari, minggu, bulan, tahun).
d.
Jumlah
penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan 2 kali lipat atau lebih
bila dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dalam tahun sebelumnya.
Perawat adalah salah satu
profesi di bidang kesehatan, sesuai dengan makna dari profesi maka seseorang
yang telah mengikuti pendidikan profesi keperawatan seharusnya mempunyai
kemampuan untuk memberikan pelayanan yang etikal dan sesuai standar profesi
serta sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya baik melalui pendidikan formal
maupun informal, serta mempunyai komitmen yang tinggi terhadap pekerjaan yang
dilakukannya. Berdasarkan standar Departemen Kesehatan (1998) peran perawat
antara lain sebagai berikut:
a. Pendidik
Keperawatan
b. Pengelola
Keperawatan
c. Peneliti
Keperawatan
d. Pelaksana
Pelayanan Keperawatan
1.2
Rumusan
Masalah
1. Bagaimanakah
kriteria kerja kejadian luar biasa (KLB) ?
2. Bagaimanakah
langkah-langkah jika terjadi wabah ?
3. Bagaimanakah
cara penanggulangan KLB ?
4. Bagaimanakah
peran perawat dalam masalah KLB ?
1.3
Tujuan
1. Menjelaskan
kriteria kejadian luar biasa (KLB).
2. Menjelaskan
langkah-langkah jika terjadi wabah.
3. Menjelaskan
cara penanggulangan KLB.
4. Menjelaskan
peran perawat dalam masalah KLB.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Kriteria
Kerja Kejadian Luar Biasa (KLB).
KLB meliputi hal yang sangat luas
seperti sampaikan pada bagian sebelumnya, maka untuk mempermudah penetapan
diagnosis KLB, pemerintah Indonesia melalui Keputusan Dirjen PPM&PLP No.
451-I/PD.03.04/1999 tentang Pedoman Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan
KLB telah menetapkan kriteria kerja KLB yaitu :
1. Timbulnya suatu penyakit/menular
yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal
2. Peningkatan kejadian
penyakit/kematian terus menerus selama 3 kurun waktu berturut-turut menurut
jenis penyakitnya.
3. Peningkatan kejadian/kematian > 2
kali dibandingkan dengan periode sebelumnya
4. Jumlah penderita baru dalam satu
bulan menunjukkan kenaikan >2 kali bila dibandingkan dengan angka rata-rata
per bulan tahun sebelumnya
5. Angka rata-rata perbulan selama satu
tahun menunjukkan kenaikkan > 2 kali dibandingkan angka rata-rata per bulan
tahun sebelumnya.
6. CFR suatu penyakit dalam satu kurun
waktu tertentu menunjukkan kenaikkan 50 % atau lebih dibanding CFR periode
sebelumnya.
7. Proporsional Rate penderita baru
dari suatu periode tertentu menunjukkan kenaikkan > 2 kali dibandingkan
periode yang sama dan kurun waktu/tahun sebelumnya.
2.2 Langkah-langkah
Jika Terjadi Wabah
Langkah-Langkah
Investigasi Wabah :
1) Konfirmasi / menegakkan diagnosa
· Definisi kasus
· Klasifikasi kasus dan tanda klinik
· Pemeriksaan laboratorium
2) Menentukan apakah peristiwa itu
suatu letusan/wabah atau bukan
· Bandingkan informasi yang didapat
dengan definisi yang sudah ditentukan tentang KLB
· Bandingkan dengan incidende penyakit
itu pada minggu/bulan/tahun sebelumnya
3) Hubungan adanya letusan/wabah dengan
faktor-faktor waktu, tempat dan orang
· Kapan mulai sakit (waktu)
· Dimana mereka mendapat infeksi
(tempat)
· Siapa yang terkena : (Gender, Umur,
imunisasi, dll)
4) Rumuskan suatu hipotesa sementara
· Hipotesa kemungkinan : penyebab,
sumber infeksi, distribusi penderita (pattern of disease).
· Hipotesa : untuk mengarahkan
penyelidikan lebih lanjut
5) Rencana penyelidikan epidemiologi
yang lebih detail Untuk menguji hipotesis :
· Tentukan : data yang masih
diperlukan sumber informasi
· Kembangkan dan buatkan check list.
· Lakukan survey dengan sampel yang
cukup
6) Laksanakan penyelidikan yang sudah
direncanakan
· Lakukan wawancara dengan :
a. Penderita-penderita yang sudah
diketahui (kasus)
b. Orang yang mempunyai pengalaman yang
sama baik mengenai waktu/tempat terjadinya penyakit, tetapi mereka tidak sakit
(control)
·
Data
kependudukan dan lingkungannya
·
Selidiki
sumber yang mungkin menjadi penyebab atau merupakan faktor yang ikut berperan
·
Ambil
specimen dan sampel pemeriksa di laboratorium
7)
Buatlah
analisa dan interpretasi data
·
Buatlah
ringkasan hasil penyelidikan lapangan
·
Tabulasi,
analisis, dan interpretasi data/informasi
·
Buatlah
kurva epidemik, menghitung rate, buatlah tabel dan grafik-grafik yang
diperlukan
·
Terapkan
test statistik
·
Interpretasi
data secara keseluruhan
8)
Test
hipotesa dan rumuskan kesimpulan
·
Lakukan
uji hipotesis
·
Hipotesis
yang diterima, dpt menerangkan pola penyakit :
a.
Sesuai
dengan sifat penyebab penyakit
b.
Sumber
infeksi
c.
Cara
penularan
d.
Faktor
lain yang berperan
9) Lakukan tindakan penanggulangan
· Tentukan cara penanggulangan yang
paling efektif.
· Lakukan surveilence terhadap
penyakit dan faktor lain yang berhubungan.
· Tentukan cara pencegahan dimasa akan
datang
10) Buatlah laporan lengkap tentang
penyelidikan epidemiologi tersebut.
· Pendahuluan
· Latar Belakang
· Uraian tentang penelitian yang
dilakukan
· Hasil penelitian
· Analisis data dan kesimpulan
· Tindakan penanggulangan
· Dampak-dampak penting
· Saran rekomendasi
Langkah
pencegahan kasus dan pengendalian wabah dapat dimulai sedini mungkin setelah
tersedia informasi yang memadai. Bila investigasi atau penyelidikan wabah telah
memberikan fakta yang jelas mendukung hipotesis tentang penyebab terjadinya
wabah, sumber agen infeksi, dan cara transmisi yang menyebabkan wabah, maka
upaya pengendalian dapat segera dimulai tanpa perlu menunggu pengujian
hipotesis. Tetapi jika pada investigasi wabah belum memberikan fakta yang jelas
maka dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi Wabah
Wabah merupakan peningkatan kejadian kasus penyakit yang
lebih banyak daripada keadaan normal di suatu area tertentu atau pada suatu
kelompok tertentu, selama suatu periode waktu tertentu. Informasi tentang
terjadinya wabah biasanya datang dari sumber-sumber masyarakat, yaitu laporan
pasien, keluarga pasien, kader kesehatan, atau warga masyarakat. Tetapi
informasi tentang terjadinya wabah bisa juga berasal dari petugas kesehatan,
laporan kematian, laporan hasil pemeriksaan laboratorium, atau media lokal
(suratkabar dan televisi). Pada dasarnya wabah merupakan penyimpangan dari
keadaan normal karena itu wabah ditentukan dengan cara membandingkan jumlah
kasus sekarang dengan rata-rata jumlah kasus dan variasinya di masa lalu
(minggu, bulan, tahun).
Kenaikan jumlah kasus belum tentu mengisyaratkan terjadinya
wabah. Terdapat sejumlah faktor yang bisa menyebabkan jumlah kasus “tampak”
meningkat: (1) Variasi musim (misalnya, diare meningkat pada musim kemarau
ketika air bersih langka) (2) Perubahan dalam pelaporan kasus; (3) Kesalahan
diagnosis (misalnya, kesalahan hasil pemeriksaan laboratorium); (4) Peningkatan
kesadaran petugas kesehatan (meningkatkan intensitas pelaporan); (5) Media yang
memberikan informasi bias dari sumber yang tidak benar.
Terjadinya wabah dan teridentifikasinya sumber dan penyebab
wabah perlu ditanggapi dengan tepat. Jika terjadi kenaikan signifikan jumlah
kasus sehingga disebut wabah, maka pihak dinas kesehatan yang berwewenang harus
membuat keputusan apakah akan melakukan investigasi wabah. Sejumlah faktor
mempengaruhi dilakukan atau tidaknya investigasi wabah: (1) Keparahan penyakit;
(2) Potensi untuk menyebar; (3) Perhatian dan tekanan dari masyarakat; (4)
Ketersediaan sumber daya. Beberapa penyakit menimbulkan manifestasi klinis
ringan dan akan berhenti dengan sendirinya (self-limiting diseases), misalnya
flu biasa. Implikasinya, tidak perlu dilakukan investigasi wabah maupun
tindakan spesifik terhadap wabah, kecuali kewaspadaan. Tetapi wabah lainnya
akan terus berlangsung jika tidak ditanggapi dengan langkah pengendalian yang
tepat. Sejumlah penyakit lain menunjukkan virulensi tinggi, mengakibatkan
manifestasi klinis berat dan fatal, misalnya flu burung. Implikasinya, sistem
kesehatan perlu melakukan investigasi wabah dan mengambil langkah-langkah
segera dan tepat untuk mencegah penyebaran lebih lanjut penyakit itu.
1.
Melakukan Investigasi Wabah
Pada Investigasi wabah dilakukan dua investigasi, yaitu
investigasi kasus dan investigasi penyebab. Pada investigasi kasus, peneliti
melakukan verifikasi apakah kasus-kasus yang dilaporkan telah didiagnosis
dengan benar (valid). Peneliti wabah mendefinisikan kasus dengan menggunakan
seperangkat kriteria sebagai berikut: (1) Kriteria klinis (gejala, tanda,
onset); (2) Kriteria epidemiologis karakteristik orang yang terkena, tempat dan
waktu terjadinya wabah); (3) Kriteria laboratorium (hasil kultur dan waktu
pemeriksaan)
Dengan
menggunakan definisi kasus, maka individu yang diduga mengalami penyakit akan
dimasukkan dalam salah satu klasifikasi kasus. Berdasarkan tingkat
ketidakpastian diagnosis, kasus dapat diklasifikasikan menjadi: (1) kasus
suspek (suspected case, syndromic case), (2) kasus mungkin (probable case,
presumptive case), dan (3) kasus pasti (confirmed case, definite case).
Klasifikasi kasus (yang berbeda tingkat kepastiannya tersebut) memungkinkan
dilakukannya upaya untuk meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas pelaporan.
Kasus suspek bersifat sensitive tetapi kurang spesifik, dengan tujuan
mengurangi negatif palsu. Kasus mungkin dan kasus pasti bersifat lebih sensitif
dan lebih spesifik daripada kasus suspek, dengan tujuan mengurangi positif
palsu.
Investigasi
selanjutnya adalah investigasi penyebab terjadinya wabah. Pada
investigasi penyebab terjadinya wabah dapat dilakukan dengan wawancara
dan epidemiologi deskriptif. Pada wawancara intinya, tujuan wawancara dengan
kasus dan nara sumber terkait kasus adalah untuk menemukan penyebab terjadinya
wabah. Dengan menggunakan kuesioner dan formulir baku, peneliti mengunjungi
pasien (kasus), dokter, laboratorium, melakukan wawancara dan dokumentasi untuk
memperoleh informasi berikut: (1) Identitas diri (nama, alamat, nomer telepon
jika ada); (2) Demografis (umur, seks, ras, pekerjaan); (3) Kemungkinan sumber,
paparan, dan kausa; (4) Faktor-faktor risiko; (5) Gejala klinis (verifikasi
berdasarkan definisi kasus, catat tanggal onset gejala untuk membuat kurva
epidemi, catat komplikasi dan kematian akibat penyakit); (6) Pelapor (berguna
untuk mencari informasi tambahan dan laporan balik hasil investigasi).
Pemeriksaan klinis ulang perlu dilakukan terhadap kasus yang meragukan atau
tidak didiagnosis dengan benar (misalnya, karena kesalahan pemeriksaan
laboratorium).
Tujuan
epidemiologi deskriptif adalah mendeskripsikan frekuensi dan pola penyakit pada
populasi menurut karakteristik orang, tempat, dan waktu. Dengan menghitung
jumlah kasus, menganalisis waktu, incidence rate, dan risiko, peneliti wabah
mendeskripsikan distribusi kasus menurut orang, tempat, dan waktu, menggambar
kurva epidemi, mendeskripsikan kecenderungan (trends) kasus sepanjang waktu, luasnya
daerah wabah, dan populasi yang terkena wabah. Dengan epidemiologi deskriptif
peneliti wabah bisa mendapatkan hipotesa penyebab dan sumber wabah.
2.
Melaksanakan penanganan wabah
Bila investigasi kasus dan penyebab telah memberikan fakta
tentang penyebab, sumber, dan cara transmisi, maka langkah pengendalian
hendaknya segera dilakukan, tidak perlu melakukan studi analitik yang lebih
formal. Prinsipnya, makin cepat respons pengendalian, makin besar peluang
keberhasilan pengendalian. Makin lambat repons pengendalian, makin sulit upaya
pengendalian, makin kecil peluang keberhasilan pengendalian, makin sedikit
kasus baru yang bisa dicegah. Prinsip intervensi untuk menghentikan wabah
sebagai berikut: (1) Mengeliminasi sumber patogen; (2) Memblokade proses transmisi;
(3) Mengeliminasi erentanan.
Eliminasi
sumber patogen mencakup: (1) Eliminasi atau inaktivasi patogen; (2)
Pengendalian dan pengurangan sumber infeksi (source reduction); (3) Pengurangan
kontak antara penjamu rentan dan orang atau binatang terinfeksi (karantina
kontak, isolasi kasus, dan sebagainya); (4) Perubahan perilaku penjamu dan/
atau sumber (higiene perorangan, memasak daging dengan benar, dan sebagainya);
(5) Pengobatan kasus.
Blokade
proses transmisi mencakup: (1) Penggunaan peralatan pelindung perseorangan
(masker, kacamata, jas, sarung tangan, respirator); (2) Disinfeksi/ sinar
ultraviolet; (3) Pertukaran udara/ dilusi; (4) Penggunaan filter efektif untuk
menyaring partikulat udara; (5) Pengendalian vektor (penyemprotan insektisida
nyamuk Anopheles, pengasapan nyamuk Aedes aegypti, penggunaan kelambu
berinsektisida, larvasida, dan sebagainya).
Eliminasi
kerentanan penjamu (host susceptibility) mencakup: (1) Vaksinasi; (2)
Pengobatan (profilaksis, presumtif); (3) Isolasi orang-orang atau komunitas tak
terpapar (“reverse isolation”); (4) Penjagaan jarak sosial (meliburkan sekolah,
membatasi kumpulan massa).
3.
Menetapkan Berakhirnya Wabah
Pada tahap ini, langkah yang dilakukan sama dengan langkah
pada mengidentifikasi wabah. Pada tahap ini, dilakukan dengan mencari informasi
tentang terjadinya wabah biasanya datang dari sumber-sumber masyarakat, yaitu
laporan pasien, keluarga pasien, kader kesehatan, atau warga masyarakat.
Informasi juga bisa berasal dari petugas kesehatan, laporan kematian, laporan hasil
pemeriksaan laboratorium, atau media lokal (suratkabar dan televisi). Hal ini
untuk menganalisis apakah program penanganan wabah dapat menurunkan kasus yang
terjadi.
4.
Pelaporan Wabah
Peneliti
wabah memberikan laporan tertulis dengan format yang lazim, terdiri dari: (1)
introduksi, (2) latar belakang, (3) metode, (4) hasil-hasil, (5) pembahasan,
(6) kesimpulan, dan (7) rekomendasi. Laporan tersebut mencakup langkah
pencegahan dan pengendalian, catatan kinerja sistem kesehatan, dokumen untuk
tujuan hukum, dokumen berisi rujukan yang berguna jika terjadi situasi serupa
di masa mendatang.
Selain itu
pada pelaopran wabah terdapat tahap akhir dari investigasi wabah yaitu
evaluasi program. Peneliti wabah perlu melakukan evaluasi kritis untuk
mengidentifikasi berbagai kelemahan program maupun defisiensi infrastruktur
dalam sistem kesehatan. Evaluasi tersebut memungkinkan dilakukannya
perubahan-perubahan yang lebih mendasar untuk memperkuat upaya program, sistem
kesehatan, termasuk surveilans itu sendiri.
2.3 Cara
Penanggulangan KLB
Upaya penanggulangan ini meliputi pencegahan
penyebaran KLB, termasuk pengawasan usaha pencegahan tersebut dan pemberantasan
penyakitnya. Upaya penanggulangan KLB yang direncanakan dengan cermat dan
dilaksanakan oleh semua pihak yang terkait secara terkoordinasi dapat
menghentikan atau membatasi penyebarluasan KLB sehingga tidak berkembang
menjadi suatu wabah (Depkes, 2000).
Penanggulangan KLB dikenal dengan nama Sistem Kewaspadaan
Dini (SKD-KLB), yang dapat diartikan sebagai suatu upaya pencegahan dan
penanggulangan KLB secara dini dengan melakukan kegiatan untuk mengantisipasi
KLB. Kegiatan yang dilakukan berupa pengamatan yang sistematis dan
terus-menerus yang mendukung sikap tanggap/waspada yang cepat dan tepat
terhadap adanya suatu perubahan status kesehatan masyarakat. Kegiatan yang
dilakukan adalah pengumpulan data kasus baru dari penyakit-penyakit yang
berpotensi terjadi KLB secara mingguan sebagai upaya SKD-KLB. Data-data yang
telah terkumpul dilakukan pengolahan dan analisis data untuk penyusunan rumusan
kegiatan perbaikan oleh tim epidemiologi (Dinkes Kota Surabaya, 2002).
Berdasarkan Undang-undang No. 4 tahun 1984 tentang
wabah penyakit menular serta Peraturan Menteri Kesehatan No. 560 tahun 1989,
maka penyakit DBD harus dilaporkan segera dalam waktu kurang dari 24 jam.
Undang-undang No. 4 tahun 1984 juga menyebutkan bahwa wabah adalah kejadian
berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat, yang jumlah penderitanya
meningkat secara nyata melebihi dari keadaan yang lazim pada waktu dan daerah
tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka. Dalam rangka mengantisipasi wabah
secara dini, dikembangkan istilah kejadian luar biasa (KLB) sebagai pemantauan
lebih dini terhadap kejadian wabah. Tetapi kelemahan dari sistem ini adalah
penentuan penyakit didasarkan atas hasil pemeriksaan klinik laboratorium
sehingga seringkali KLB terlambat diantisipasi (Sidemen A., 2003).
Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah
mengembangkan suatu sistem surveilans dengan menggunakan teknologi informasi
(computerize) yang disebut dengan Early Warning Outbreak Recognition System
(EWORS). EWORS adalah suatu sistem jaringan informasi yang menggunakan internet
yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya kejadian luar biasa pada suatu
daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS secara cepat (Badan Litbangkes,
Depkes RI). Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui
dengan cepat, sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini
mungkin. Dalam masalah DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal
menginformasikan data kasus DBD dari segi jumlah, gejala/karakteristik
penyakit, tempat/lokasi, dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit DATI II di
Indonesia (Sidemen A., 2003
2.4 Peran
Perawat dalam Masalah KLB
Peran
perawat dalam mengatasi masalah kejadian luar biasa.
Terdapat
2 peran perawat dalam mengatasi masalah kejadian luar biasa yaitu, peran
perawat di puskesmas dan peran perawat di rumah sakit.
1.
Peran
perawat di puskesmas
Peran perawat di Puskesmas dlm
penaggulangan KLB Pemberi pelayanan kesehatan : memberikan yan kes kepada
individu, keluarga, kelompok dan masyarakat berupa asuhan keperawatan kes masy
utk menangani wabah. Penemu kasus : berperan dlm mendeteksi dan menemukan kasus
sec aktif dan pasif, serta melakukan penelusuran terjadinya penyakit maupun
wabah KLB. Pendidik/ penyuluh kes: mengkaji kebutuhan pesien dg melakukan
penyelidikan epidemiologi thd gejala yg dicurigai, didukung dg pems. Pengelola:
melakukan koordinasi dlm sistem kewaspadaan dini dlm pelaksanaan penanggulangan
KLB difokuskan pada 3 keg utama penyelidikan KLB, kolaborasi dg dokter dlm
upaya pengobatan/ perawatan, pencegahan serta penegakan sistem survailance
ketat selama periode KLB Konselor: Memberi pelayanan/ informasi utk menolong
memecahkan masalah spesifik ttg pencegahan KLB, perawatan lingk, perawatan klg
dan pemanfaatan sarana kesehatan.
2.
Peran
perawat di rumah sakit
Peran
perawat di RS dlm penaggulangan KLB Pelaksana: memberikan askep kpd individu
dan klg. Pendidik: sbg instruktur pelatihan penanggulangan KLB, baik tenaga
keperawatan di rawat inap dan atau rawat jalan Pengelola: mengkoordinasikan
aktivitas yan kep sec komprehensif serta melakukan koordinasi lintas sektoral
& lintas program Konselor: memberikan bimbingan konseling bagi pasien &
klg thd masalah-masalah yg dihadapi.